Cerita ini bermula saat aku & istriku tercinta baru saja menyatakan janji sehidup semati didepan Bapak Penghulu.
Semua orang dengan khidmat menghadiri proses pernikahan antara dua insan yang dimabuk asmara.
Semua orang dengan khidmat menghadiri proses pernikahan antara dua insan yang dimabuk asmara.
Aku hanyalah pria normal yang memiliki kekurangan, sedangkan istriku
itu wanita yang berbalut kemewahan dan keindahan duniawi. Kami berdua
sudah sah sebagai pasutri dan siap menjalani bahtera rumah tangga.
Aku terlahir dari keluarga biasa saja, gajiku tak seberapa besar dan pangkatku cuma itu-itu saja.
Sedangkan istriku adalah anak saudagar kaya raya, tetapi dia menganggur karena menurut tradisi keluarganya setiap anak wanita tidak berhak mencari nafkah dan wajib dinafkahi.
Istriku sebenarnya bukan termasuk anak yang manja, walaupun terlahir dari golongan milyuner kelas wahid.
Tetapi kepolosan dan sopan santunnya itu yang membuat orangtuanya memutuskan untuk mencarikannya calon suami.
Ndilalah, calon suami yang tepat untuknya adalah aku... Kok aku sich ?
Emang nggak ada yang lain ?
Kan, masih banyak anak orang kaya yang mau menafkahi dia dan siap membawakannya mahkota bersulam emas permata.
Tetapi, keluarganya bekomitmen bahwa Pria yang pantas menjadi menantu dikeluarga itu hanyalah pria yang mau serius bekerja tanpa mengekor kesuksesan orantuanya.
Dan dialah aku, anak orang biasa yang bekerja siang malam mengais rejeki ditengah majunya peradaban dan teknologi.
Sore itu aku dan istriku bersanding dikursi pelaminan, semua tamu hadir dari berbagai penjuru kota.
Aku sendiri hanya anak desa, aku tidak punya banyak saudara dan keluarga karena aku terlahir dari keluarga sederhana.
Begitu disuguhi kemewahan seperti ini, aku bingung... Mau diapakan semua pemberian orang ini ?
Dalam balutan busana pengantin, aku dan istriku duduk dengan kondisi pikiran yang tidak menentu.
Sebab, inilah pertamakali aku duduk disamping wanita yang diperlihatkan kepada semua orang. Padahal duduk berdua menurutku dianggap tidak sopan karena melanggar norma adat.
Tetapi, kalau sudah menikah begini... Rasanya rasa canggung dan malu masih melekat dalam psikologisku.
Waktu berlalu dengan cepat, beberapa jam setelah resepsi... Aku dan istriku harus melepas pakaian pengantin karena besok harus dipakai pengantin yang lain.
Malam semakin larut, Jam dinding menunjukkan detik menjelang tengah malam.
Aku dan istriku baru saja melakukan Sholat Isya dan Sholat Sunnah, kubuka pintu kamar dan keadaan makin menegangkan.
Sebab, inilah moment yang tak terlupakan itu terjadi disaat aku baru membuka pintu. Aku dan istriku sayang mulai melakukan persiapan menjelang tidur.
Rencananya besok aku dan istriku harus berkunjung ke rumah sanak saudara untuk memperkenalkan kehidupan baru ini.
Aku duduk diserambi ranjang tidur, kulihat istriku sedang ganti baju. Dan saat istriku mau ganti baju, istriku memanggilku...
"Mas, sini dong..." panggilnya
"Ada apa ?" tanyaku
"Aku masih merasa belum terbiasa dengan semua ini" katanya dengan nada pelan
"Sama, aku juga nggak begitu terbiasa... Biasanya tidur langsung selonjor' eh... Sekarang malah harus begini" kataku sambil menatap wajahnya
Kalian tahu, istriku yang satu ini memang sensasional dan tidak seperti wanita umumnya. Dulu aku sering sekali diejek teman kalau urusan wanita, dan diantara mereka hanyalah aku yang baru menikah.
Teman-temanku menikah sudah cukup lama, bahkan sejak lulus SMA saja mereka sudah kebelet nikah. Katanya sich nikah itu asyik dan membawa tantangan luar biasa.
Aku duduk disampingnya, istriku memang agak pemalu tapi sifat pemalunya itu yang membuatnya tambah cantik. Tidak kusangka, senyuman dilesung pipinya makin merona.
"Mas, aku senang bisa berduaan disini" katanya
"Aku juga iya, tapi kok kamu masih canggung begitu ?" tanyaku sambil heran
"Sebab, aku nggak pernah berduaan dengan pria lain selain kamu Mas..." katanya jujur
"Emang kamu nggak pernah pacaran ?" tanyaku
"Nggak pernah, malahan orangtuaku bilang pacaran tidak dibenarkan dalam agama' katanya pacaran itu bisa menjurus ke perzinahan" katanya
"Masa sich, kan nggak perlu berlebihan gituh' itu semua tergantung siapa pelaku pacaran itu sendiri" ujarku
"Cuma, kalau mau berduaan' ya harus nikah dulu seperti tadi' dan setelah itu baru boleh.." bilangnya
Aku terlahir dari keluarga biasa saja, gajiku tak seberapa besar dan pangkatku cuma itu-itu saja.
Sedangkan istriku adalah anak saudagar kaya raya, tetapi dia menganggur karena menurut tradisi keluarganya setiap anak wanita tidak berhak mencari nafkah dan wajib dinafkahi.
Istriku sebenarnya bukan termasuk anak yang manja, walaupun terlahir dari golongan milyuner kelas wahid.
Tetapi kepolosan dan sopan santunnya itu yang membuat orangtuanya memutuskan untuk mencarikannya calon suami.
Ndilalah, calon suami yang tepat untuknya adalah aku... Kok aku sich ?
Emang nggak ada yang lain ?
Kan, masih banyak anak orang kaya yang mau menafkahi dia dan siap membawakannya mahkota bersulam emas permata.
Tetapi, keluarganya bekomitmen bahwa Pria yang pantas menjadi menantu dikeluarga itu hanyalah pria yang mau serius bekerja tanpa mengekor kesuksesan orantuanya.
Dan dialah aku, anak orang biasa yang bekerja siang malam mengais rejeki ditengah majunya peradaban dan teknologi.
Sore itu aku dan istriku bersanding dikursi pelaminan, semua tamu hadir dari berbagai penjuru kota.
Aku sendiri hanya anak desa, aku tidak punya banyak saudara dan keluarga karena aku terlahir dari keluarga sederhana.
Begitu disuguhi kemewahan seperti ini, aku bingung... Mau diapakan semua pemberian orang ini ?
Dalam balutan busana pengantin, aku dan istriku duduk dengan kondisi pikiran yang tidak menentu.
Sebab, inilah pertamakali aku duduk disamping wanita yang diperlihatkan kepada semua orang. Padahal duduk berdua menurutku dianggap tidak sopan karena melanggar norma adat.
Tetapi, kalau sudah menikah begini... Rasanya rasa canggung dan malu masih melekat dalam psikologisku.
Waktu berlalu dengan cepat, beberapa jam setelah resepsi... Aku dan istriku harus melepas pakaian pengantin karena besok harus dipakai pengantin yang lain.
Malam semakin larut, Jam dinding menunjukkan detik menjelang tengah malam.
Aku dan istriku baru saja melakukan Sholat Isya dan Sholat Sunnah, kubuka pintu kamar dan keadaan makin menegangkan.
Sebab, inilah moment yang tak terlupakan itu terjadi disaat aku baru membuka pintu. Aku dan istriku sayang mulai melakukan persiapan menjelang tidur.
Rencananya besok aku dan istriku harus berkunjung ke rumah sanak saudara untuk memperkenalkan kehidupan baru ini.
Aku duduk diserambi ranjang tidur, kulihat istriku sedang ganti baju. Dan saat istriku mau ganti baju, istriku memanggilku...
"Mas, sini dong..." panggilnya
"Ada apa ?" tanyaku
"Aku masih merasa belum terbiasa dengan semua ini" katanya dengan nada pelan
"Sama, aku juga nggak begitu terbiasa... Biasanya tidur langsung selonjor' eh... Sekarang malah harus begini" kataku sambil menatap wajahnya
Kalian tahu, istriku yang satu ini memang sensasional dan tidak seperti wanita umumnya. Dulu aku sering sekali diejek teman kalau urusan wanita, dan diantara mereka hanyalah aku yang baru menikah.
Teman-temanku menikah sudah cukup lama, bahkan sejak lulus SMA saja mereka sudah kebelet nikah. Katanya sich nikah itu asyik dan membawa tantangan luar biasa.
Aku duduk disampingnya, istriku memang agak pemalu tapi sifat pemalunya itu yang membuatnya tambah cantik. Tidak kusangka, senyuman dilesung pipinya makin merona.
"Mas, aku senang bisa berduaan disini" katanya
"Aku juga iya, tapi kok kamu masih canggung begitu ?" tanyaku sambil heran
"Sebab, aku nggak pernah berduaan dengan pria lain selain kamu Mas..." katanya jujur
"Emang kamu nggak pernah pacaran ?" tanyaku
"Nggak pernah, malahan orangtuaku bilang pacaran tidak dibenarkan dalam agama' katanya pacaran itu bisa menjurus ke perzinahan" katanya
"Masa sich, kan nggak perlu berlebihan gituh' itu semua tergantung siapa pelaku pacaran itu sendiri" ujarku
"Cuma, kalau mau berduaan' ya harus nikah dulu seperti tadi' dan setelah itu baru boleh.." bilangnya
"Maksudnya, boleh...?" tanyaku heran
"Boleh..." jawabnya
"Boleh apa ?" tanyaku lagi
"Boleh pegangan tangan" jawab dengan polos Ya, Ampun... Aku pikir boleh apaan' ternyata cuma pegangan doang toh... Maaf, habis pikiranku terlalu jauh ke sana-sana.
"Boleh..." jawabnya
"Boleh apa ?" tanyaku lagi
"Boleh pegangan tangan" jawab dengan polos Ya, Ampun... Aku pikir boleh apaan' ternyata cuma pegangan doang toh... Maaf, habis pikiranku terlalu jauh ke sana-sana.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar