Gambar : Onta Arab
Mau tidak mau kita harus mewaspadai hal semacam ini.
Sebab ada beberapa kemungkinan yang sebetulnya cuma sebatas isu belaka, salah satunya adalah isu kudeta pada saat mewabahnya virus dari negeri tiongkok. Tidak hanya sampai disitu, isu kudeta bermunculan akibat hasutan kelompok-kelompok islamis radikalis yang didukung oleh partai politik oposisi.
Ketidaktahuan kita sebagai rakyat membuat mereka (Kelompok Islamis Radikalis) makin menggila mengacak-acak pemerintahan lewat beberapa aksi-aksi kemanusiaan yang sejatinya ditunggangi.
Elit-elit politik turut merasakan tekanan dari kelompok yang dijuluki kadal gurun tersebut' tak ayal kita cuma bisa geleng-geleng kepala menyaksikan kebodohan mereka.
Kelompok islamis radikalis itu terakhir kali membuat sensasi ketika terjadinya Tragedi Kemanusiaan Di India yang didalangi oleh Kaum Fundamentalis Hindu. Nah, kelompok islamis ini muncul menyuarakan dukungan untuk membela sesama muslim di negeri Bollywood tersebut.
Seolah diam saja, pemerintah RI percayakan semua ini kepada PBB yang turut mengecam aksi tersebut. Kelompok islamis radikalis ini membakar bendera India dan memboikot film-film Bollywood yang tayang ditelevisi dan internet. Dubes India Untuk RI menyayangkan aksi gila kelompok non partisan yang tidak terafiliasi dengan parpol itu sebagai ekstremisme fanatik.
Balik lagi ke permasalahan, Virus dari negeri Tiongkok yang sedang melanda penjuru dunia turut dijadikan alat transaksi politik yang laris manis. Banyak figur-figur populer yang memanfaatkan peristiwa ini sebagai cara untuk menaikan rasa kepercayaan rakyat.
Ditambah aroma persaingan antar elit politik demi merebut tahta makin terlihat jelas batang hidungnya. Tidak segan-segan ayat dan dalil pun diobral dengan kalimat-kalimat yang indah bagai puisi karya pujangga terkenal. Celakanya lagi banyak yang bernafsu merebut kekuasaan dengan cara yang tidak sah' mereka sebut ini sebagai revolusi bernafas agama.
Kudeta, itulah sebutan politisnya...
Marak gerakan-gerakan non partisan yang ingin bernafsu merebut kekuasaan sambil jualan ayat dan dalil sebagai bagian dari jihad. Contohnya seperti mereka itu tadi, demonstrasi dan boikot merajalela dimana-mana bahkan ditunggangi oleh orang yang kebelet ingin jadi orang nomor satu !
Kita sudah tahu siapa dia, jelas-jelas dia merasa diuntungkan atas maraknya gerakan-gerakan non partisan yang menuntut perubahan dasar negara dan hukum negara atas nama penegakkan syariat.
Nyatanya kaum non partisan itu malah bertindak tidak seperti yang mereka dengungkan belakangan ini. Kekerasan yang menjadi senjata untuk merebut kekuasaan adalah kekuatan nyata yang amat perlu diwaspadai.
Coba pikir, jika kudeta terjadi disaat keadaan negara sedang lesu akibat serbuan virus ?
Sudah pasti perang saudara tidak bisa dihindari meski sudah dilakukan mediasi. Ini tentu akan membahayakan rakyat yang tidak hanya saudara seiman saja' saudara yang berbeda keimanan turut menjadi korban betapa besarnya resiko perang saudara ini.
Mencuatnya isu kudeta tidak lepas dari dampak psikologis yang dialami oleh para kaum fundamentalis yang sejatinya adalah gerombolan preman-preman munafik. Kebanyakan mereka itu yang sering mengaku-ngaku sebagai hamba Tuhan katanya.
Kemana-mana pakai sorban, jubah putih, berjenggot dan berdahi hitam agar terlihat beriman dan bertakwa sebagai hamba Tuhan yang sebenarnya. Padahal tidak begitu juga, mereka cuma fanatik terhadap ajaran sekte yang mendarah daging didalam keluarga mereka. Masa iya cuma karena hal semacam itu mereka rela jadi pahlawan yang mati konyol demi junjungannya yang kini masih berada di negeri orang ?
Jangan percaya mereka, kita tidak boleh mengikuti kemauan mereka yang seyogyanya harus dihindari demi mempertahankan kedaulatan negara dan keselamatan rakyat. Mungkin banyak-banyaklah menyadari kekeliruan yang membuat kita jadi kolot terhadap situasi saat ini.
Tidak usah buru-buru mendengungkan revolusi atas nama membela Tuhan !
Tuhan Tak Perlu Dibela, itu kata K.H. Abdurrahman Wahid' Mantan Presiden RI Ke 4.
Yang namanya musibah itu datang tiba-tiba dan tidak bisa diprediksi sama sekali, apalagi disangkut pautkan dengan politik.
Mewabahnya virus adalah kesalahan manusia itu sendiri, tidak ada kaitannya dengan politik apalagi persaingan antar penganut kepercayaan dan penganut sektarian. Kudeta bukan solusi yang tepat, solusinya adalah menyadari kebodohan diri sendiri atas gagalnya menyikapi musibah secara cerdas.
Berhentilah mendengungkan perubahan sistem pemerintahan, kita bersyukur dilahirkan sebagai rakyat republik yang pemimpinnya berasal dari rakyat dan tidak berasal dari kaum ningrat.
Ayo merajut kebersamaan dalam perbedaan jangan jadikan persaingan antar sekte sebagai bagian dari peperangan. Ada kalanya coba menengok sejarah hancurnya pemerintahan negara-negara di masa lalu akibat ambisi yang tidak terkendali dari pelaku-pelakunya.
Mungkin mereka butuh vaksinasi agar kebrutalan mereka bisa dikendalikan meski harus dalam pengawasan dokter rumah sakit jiwa. Maka jadilah orang yang berguna dan bisa bekerja untuk rakyat, jangan cuma minta dilayani tapi juga mampu melayani.
(SELESAI)