Seusai melahirkan tiga anak dampit, Dewi Sukesi mengaku dirinya bersyukur karena telah dikaruniai momongan. Namun, ia takut membuat Begawan Wisrawa kecewa lantaran ketiga anaknya itu berwujud Gandarwa.
Begawan Wisrawa tahu apa yang dirasakan Dewi Sukesi, maka untuk menghilangkan rasa kecewanya itu Begawan Wisrawa mengajak Dewi Sukesi untuk berdoa di sanggar peribadatan. Mereka memohon pada Dewata untuk dianugerahi anak lagi yang jauh lebih baik daripada ketiga anak sebelumnya.
Tidak disangka, permohonan keduanya diterima. Suara menggema terdengar dari langit bahwa nanti Dewi Sukesi akan hamil lagi dan mendapat anak yang memiliki kecerdasan.
Anak tersebut kelak akan menjadi penerus trah raja-raja Alengka dan menjadi penghubung antara raja-raja diluar Alengka.
Lantas, beberapa waktu kemudian Dewi Sukesi kembali melahirkan seorang anak yang wujudnya manusia lumrah. Kulitnya bercahaya bagaikan rembulan purnama dan pamornya bagus, Dewi Sukesi dan Begawan Wisrawa amat bahagia dengan lahirnya anak keempat. Maka anak itu diberi nama Gunawan Wibisana dan merupakan satu-satunya putra Dewi Sukesi berwujud manusia.
Rahwana, Kumbakarna dan Sarpakenaka menyambut kelahiran adik bungsu mereka dengan bahagia.
Rahwana, Kumbakarna, Sarpakenaka dan Gunawan Wibisana hidup dalam didikan Begawan Wisrawa. Sebagai ayah tentu Begawan Wisrawa tidak main-main memberikan wejangan dan ilmu untuk masa depan anak-anaknya.
Rahwana selaku putra sulung diajari ilmu tata negara dan kanuragan, Kumbakarna yang bertubuh besar hanya mempelajari ilmu kebathinan, Sarpakenaka diajari ilmu secara pribadi oleh Dewi Sukesi agar menjadi wanita utama. Lain halnya dengan Gunawan Wibisana, ia tidak tertarik dengan ilmu tata negara maupun ilmu kanuragan melainkan tertarik dengan ilmu pengolah rasa dan jiwa.
Gunawan Wibisana sebagai anak bungsu tentu tidak mau hal yang muluk-muluk. Bahkan Gunawan Wibisana cenderung dekat dengan Begawan Wisrawa secara keilmuan.
Saat Begawan Wisrawa melakukan meditasi di atas gunung, Gunawan Wibisana juga ikut melakukan hal yang sama. Sebab dengan meditasi, segala macam godaan duniawi dan nafsu birahi dapat ditepis.
Rahwana yang terobsesi dengan tahta dan kesaktian hampir tiap hari berlatih memakai berbagai macam senjata. Tombak, Pedang, Panah, Keris dan Gada ia pakai untuk mengukur sejauh mana kekuatannya. Kumbakarna malah lebih suka tidur, tapi ketika mencium bau makanan yang dimasak Dewi Sukesi dan Sarpakenaka ia akan terbangun.
Hebatnya, Kumbakarna mampu melahap seluruh makanan hanya dengan sekali telan. Dan seusai makan ia akan terlelap tidur lagi seperti biasanya.
Gunawan Wibisana yang gemar bermeditasi bersama Begawan Wisrawa akhirnya mendapat hasilnya.
Saat itu Gunawan Wibisana memperoleh anugrah dari dewata berupa kebijaksanaan dan kehebatan dalam menyampaikan kecerdasan.
Begawan Wisrawa kagum dan takjub dengan anak bungsunya itu, sang Begawan menilai Gunawan Wibisana bisa saja menjadi raja walau pun statusnya cuma anak bungsu.
Namun, bagi Gunawan Wibisana' melangkahi hierarkri tahta dalam keluarga adalah tindakan yang lancang. Ia sendiri menilai tidak pantas menjadi raja, justru ia mendukung kakak sulungnya' Rahwana sebagai raja.
Bertahun-tahun menimba ilmu, mereka berempat pun diminta untuk sowan ke Alengka. Tujuannya ialah mengabdikan diri bagi negeri kelahirannya. Rahwana diyakini akan menjadi raja lantaran Prahasta mengalah demi membahagiakan putra kakak perempuannya itu.
Prahasta justru memilih jadi mentor bagi Rahwana, sang keponakan dengan menjabat sebagai Patih.
Dengan begini pergantian tahta akan terjadi dimana keponakan menggantikan pamannya sebagai raja.
Rahwana akhirnya diangkat sebagai raja Alengka yang baru, sedangkan Prabu
Sumali sebagai kakek memilih untuk lengser keprabon.
Prabu Sumali memutuskan untuk bertapa di Pangleburgangsa sebagai resi, Prabu Sumali merasa ia harus segera meregenerasi kepemimpinan Alengka.
Dan pengangkatan Rahwana sebagai raja adalah keputusan yang tepat. Mengingat Prahasta sebagai putra mahkota lebih memilih mundur.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar