Jumat, 23 Desember 2016

Cerita Wayang : Kresna Duta (PART 04/END)

Prabu Dewasrani tewas terkena semburan api yang keluar dari mulut Wisanggeni, otomatis semua prajurit yang kewalahan menghadapi Wisanggeni segera"Tinggal Gelanggang Colong Playu". Mereka lari terbirit-birit melihat kedigdayaan Wisanggeni di medan laga.

Berita kematian Prabu Dewasrani membuat Batari Durga murka, ia merasa bahwa hal ini harus diselesaikannya sendiri. Mengingat ia harus menghentikan Bharatayudha agar para Kurawa dapat menang tanpa berperang. Lalu, ia sendiri pergi membawa pasukan denawa dalam jumlah yang sangat besar' beberapa diantaranya mereka adalah denawa-denawa bertubuh bajang atau kerdil.

Sisanya denawa-denawa bertubuh gendut, besar, gimbal rambutnya dan bertaring tajam mengandung racun mematikan. Wisanggeni mewaspadai terjadinya serangan balik yang akan dilakukan para denawa dari Kahyangan Setragandamayit. Antasena pun mulai merasakan aura negatif yang kental, ini menandakan bahwa Batari Durga berserta wadyabala denawanya akan membalas kekalahan mereka.

Dugaan Wisanggeni tepat, rupanya seluruh denawa di muka bumi sudah murka dengan kekalahan yang dialami Prabu Dewasrani. Segera para denawa menyerang secara membabi buta tanpa ampun, mereka mengeroyok Wisanggeni dan Antasena. Walaupun dikeroyok sedemikian banyaknya denawa-denawa itu, mereka berdua tetaplah yang paling tangguh.

Setelah denawa-denawa yang tadi sudah disingkirkan, kini giliran barisan denawa-denawa bajang mulai menyerang seperti lebah yang baru saja dirusak sarangnya. Mereka mengamuk dan taringnya tajam-tajam sekali, tajamnya taring mereka bagaikan ikan piranha.

Mereka mulai menggigit Wisanggeni dan Antasena secara bersama-sama, ada yang menggigit kepala' ada yang menggigit tangan dan ada pula yang menggigit kaki. Namun, lagi-lagi Wisanggeni dan Antasena kembali memenangkan pertarungan setelah mereka mengeluarkan jurus masing-masing.

Tidak sedikit denawa-denawa dari Kahyangan Setragandamayit terbunuh dalam serangan itu, salah satu denawa yang selamat datang menemui Batari Durga. Denawa yang selamat itu mengabarkan bahwa semua pasukan denawa dari seluruh yang ada telah tumpas. Batari Durga marah besar mendengar berita itu, ia segera memerintahkan dua pengawal pribadinya' yakni Pandumeya dan Jarameya untuk mengundang Batara Kala untuk menjadi senapati dalam usaha menumpas para Pandawa yang hendak melangsungkan Bharatayudha.

Segera Pandumeya dan Jarameya pergi menuju ke Kahyangan Selamangumpeng untuk memberitahu keadaan di medan perang kepada Batara Kala. Sesampainya disana mereka berdua menemui dewa yang gemar makan daging manusia itu, Pandumeya mengatakan bahwa malam ini Batari Durga memerintahkan dewa raksasa tersebut menjadi senopati.

Mendengar laporang itu, Batara Kala sangat antusias karena sudah lama ia tidak berperang karena terlalu sering banyak makan dan tidur. Lalu Pandumeya memberitahukan kabar duka, kabar duka itu adalah kematian Prabu Dewasrani yang sudah dilenyapkan oleh Wisanggeni dan Antasena.

Batara Kala pun tergugah amarahnya setelah mendengar berita kematian Prabu Dewasrani, langsung sang dewa bertubuh besar dan menakutkan itu pergi meninggalkan Kahyangan Selamangunpeng untuk terjun di medan tempur menghadapi Wisanggeni dan Antasena.

Batara Kala mengamuk di medan tempur, seluruh kesaktian yang ia miliki dikeluarkan semua demi mengalahkan Wisanggeni dan Antasena. Wisanggeni mewaspadai kekuatan terbesar Batara Kala, yakni sebuah jurus bernama Aji Petak Bumi yang mampu menggoncangkan bumi walaupun hanya satu kali hentakan.

Wisanggeni dengan cepat mengantisipasi serangan dahsyat itu dengan semburan api dan serangan dari bawah tanah yang dilakukan Antasena. Batara Kala tidak bodoh, ia segera membalas dengan jurus-jurus mengerikan sehingga seluruh hutan dan pegunungan terbakar.

Seluruh hutan terbakar oleh semburan api yang meleset dari mulut Wisanggeni, Batara Kala terlalu lihai menghadapi lawannya. Antasena datang membantu dengan serangan dari udara, dari udara Antasena menghajar wajah Batara Kala dengan pukulan bertubi-tubi.

Namun, Batara Kala tidak merasa sakit sama sekali karena kulitnya kebal terhadap pukulan.
Antasena kewalahan menghadapinya, lalu Batara Kala mencengkeram kaki kiri Antasena dan memutar-mutar tubuhnya lalu dibanting ke tanah. Antasena terjatuh, Wisanggeni berganti menyerang Batara Kala dengan serangan-serangan yang muncul dari telapak tangannya.

Alangkah menyeramkan sekali pertempuran waktu itu, Batara Kala benar-benar sulit dikalahkan mengingat ia adalah seorang dewa. Namun, Antasena dan Wisanggeni harus mengakhiri pertempuran ini sebelum matahari terbit. Lalu, mereka berdua teringat dengan pesan Sang Hyang Wenang' dalam ingatan mereka, Sang Hyang Wenang memberi mereka sebuah senjata bernama Gada Emas.

Gada Emas pemberian Sang Hyang Wenang adalah senjata untuk mengakhiri hidup Batara Kala beserta para denawa dari Kahyangan Setra Ganda Mayit. Lalu, Wisanggeni meminta Antasena untuk menyerang Batara Kala lagi. Tapi, Antasena menolak karena semua kemampuan terbaiknya tak mampu membenamkan perlawanan Batara Kala.

Wisanggeni akhirnya maju sendiri menghadapi Batara Kala, maka diam-diam Wisanggeni mengambil Gada Emas pemberian Sang Hyang Wenang. Dengan serangan tanpa diduga-duga, Gada Emas yang dipegang Wisanggeni mengenai kepala Batara Kala. Setelah terkena pukulan dari Gada Emas itu, Batara Kala tersungkur tak berdaya. Kepalanya mengeluarkan darah dan sebentar-sebentar tempurungnya mulai retak, dan akhirnya Batara Kala tewas seketika.

Wisanggeni berhasil mengalahkan Batara Kala dengan menggunakan senjata Gada Emas pemberian Sang Hyang Wenang. Dari kejauhan Pandumeya dan Jarameya terkejut melihat Batara Kala tewas terkena hantaman senjata pusaka. Mereka lari dan lantas melapor kepada Batari Durga yang saat itu sedang menunggu kepulangan beberapa wadyabala denawa.

Dengan lari yang cepat, Pandumeya dan Jarameya datang ke hadapan Batari Durga dan melaporkan kejadian yang menimpa Batara Kala, Mereka bilang Batara Kala tewas terkena senjata pusaka, seketika Batari Durga marah dan beranjak dari tempat duduknya untuk menyerang Wisanggeni dan Antasena.

Sesampainya di medan laga, Batari Durga menantang Wisanggeni dan Antasena bertempur.
Maka pertempuran akbar pun terjadi antara mereka bertiga, semakin lama semakin brutal dan semakin tidak bisa diprediksi siapa yang akan menang.

Rupanya Batari Durga terbawa emosi atas kematian yang dialami Prabu Dewasrani dan Batara Kala, mantan istri Batara Guru tersebut menyerang secara tidak kenal ampun. Segala macam benda disekitarnya dipakai sebagai senjata untuk menyerang Wisanggeni dan Antasena.

Lama kelamaan pertarungan mulai terlihat semakin tidak terkendali, Lalu Wisanggeni segera menangkap Batari Durga dan Antasena diminta untuk memukul kepalanya dengan Gada Emas. Maka dalam waktu cepat mendaratlah Gada Emas diatas kepala Batari Durga. Batari Durga tewas terkena hantaman senjata pusaka itu. Maka pemenang dalam pertempuran kali ini adalah Wisanggeni dan Antasena.

Setelah berhasil  mengalahkan Batari Durga, Batara Kala dan Prabu Dewasrani’ Antasena dan Wisanggeni berniat membinasakan Pandumeya dan Jarameya yang merupakan mata-mata dari Kahyangan Setra Ganda Mayit.

Berbekal senjata Gada Emas, Antasena dan Wisanggeni mencoba mencari keberadaan Pandumeya dan Jarameya agar tidak lolos. Rupanya Pandumeya dan Jarameya sedang bersembunyi di dalam gua yang gelap sekali.

Meskipun bersembunyi, Antasena berhasil menemukan keberadaan keduanya yang berada didalam sana. Dengan jurus yang membuat seisi gua bergetar, Antasena mencoba memancing kedua raksasa bajang yang melarikan diri itu. Namun, mereka berhasil kabur karena kesaktian mereka yang luar biasa. Antasena sebal karena gagal membinasakan mereka, Wisanggeni kemudian mendapat ide bagaimana caranya agar Pandumeya dan Jarameya tertangkap.

Lalu, Wisanggeni datang ke Kahyangan Setra Ganda Mayit mendahului Pandumeya dan Jarameya’ ketika sampai disana Wisanggeni menemukan 2 buah kalung jimat penyegel yang terletak di sudut gua. Wisanggeni menduga jimat penyegel ini sebagai sumber kesialan Pandumeya dan Jarameya.
Lalu, Wisanggeni bersembunyi dengan mengkasatkan wujudnya agar tidak terlihat’ tak lama Pandumeya dan Jarameya kembali ke Kahyangan Setra Ganda Mayit. Mereka berdua merasa sudah tidak punya haluan untuk mengabdi, karena sesembahan mereka sudah tewas dibunuh Antasena dan Wisanggeni. Karena lengah, Pandumeya dan Jarameya berhasil ditangkap Wisanggeni yang sendari tadi mengkasatkan wujudnya.

Pandumeya meminta ampunan dari Wisanggeni, tetapi putra Arjuna tersebut tidak tinggal diam’ akhirnya jimat penyegel itu dikalungkan ke leher Pandumeya. Seketika tubuh Pandumeya mengeluarkan asap dan lantas terbakar mengeluarkan api. Maka tewaslah Pandumeya karena terkena daya dari kalung jimat yang dikalungkan Wisanggeni. Jarameya juga mengalami hal serupa, ia turut tewas setelah lehernya dikalungkan jimat penyegel. Seusai menyelesaikan tugasnya, Wisanggeni mengeluarkan seluruh api dari tubuhnya untuk membakar seluruh isi Kahyangan Setra Ganda Mayit menjadi abu.
Setelah api keluar dari tubuhnya, Wisanggeni segera pergi dari tempat itu sehingga membiarkannya terbakar tanpa sisa. Maka berakhirlah sudah riwayat Kahyangan Setra Ganda Mayit karena sudah dibinasakan oleh Wisanggeni.

Antasena kembali berkumpul dengan Wisanggeni setelah tugasnya selesai, mereka memutuskan kembali menemui Sang Hyang Wenang. Saat bertemu Sang Hyang Wenang, Antasena melapor bahwa tugasnya menyingkirkan gangguan dari Batari Durga dan antek-anteknya sudah selesai.

Sang Hyang Wenang bangga dengan kinerja kedua ksatria itu, kemudian mereka berdua menanyakan bolehkah mereka menemui para Pandawa Lima untuk bergabung menjadi punggawa di Kerajaan Wirata. Tetapi, Sang Hyang Wenang tidak mengizinkan Antasena dan Wisanggeni menemui orangtua mereka karena jika Antasena dan Wisanggeni ketahuan membinasakan seluruh penghuni Kahyangan Setra Ganda Mayit, maka mereka berdua akan berurusan dengan Batara Guru karena selama ini dewa yang paling berkuasa itu cenderung lebih sering dipengaruhi orang-orang Kahyangan Setra Ganda Mayit.
Mereka kemudian diberi peraturan bahwa Antasena dan Wisanggeni tidak boleh ikut Bharatayudha, karena  dianggap mengotori isi Kitab Jitapsara yang sudah ditulis ratusan tahun yang lalu. Akhirnya mereka memilih jalan untuk menjadi tumbal perang demi kemenangan orangtua mereka.

Mendengar keputusan itu, Sang Hyang Wenang segera mengeluarkan sihirnya untuk menghilangkan raga Antasena dan Wisanggeni. Muncul cahaya dari tubuh Sang Hyang Wenang mengenai tubuh Antasena dan Wisanggeni, tanpa diduga jiwa dan raga mereka hilang seketika.

Maka berakhirlah hidup Wisanggeni dan Antasena setelah menyelesaikan tugasnya menghancurkan semua bahaya yang hendak mengancam para Pandawa Lima. Kali ini tinggal menunggu cerita setelah kejadian tadi. Kira-kira apa yang akan terjadi ketika semua pihak dari Pandawa Lima maupun Kurawa Seratus sudah berkumpul di Padang Gurung Kurukasetra ?
(TAMAT)






Cerita Wayang : Kresna Duta (PART 03)

Para Pandawa mulai berencana merekrut negara-negara yang akan dijadikan sekutunya, pertama-tama mereka mengajak negara Wirata menjadi anggota terlebih dahulu. Karena memang sejak dahulu, Kerajaan Wirata dikenal sebagai kerajaan yang prajuritnya tangguh-tangguh dan mumpuni.

Pengalaman berperang selama puluhan tahun membuat para Pandawa mempercayakan semua kepada negeri yang dimana dahulu mereka berlima pernah bersembunyi selama 1 tahun. Sebagai pemimpin batalyonnya, terpilih 3 pangeran kerajaan Wirata yang menjadi pimpinan barisan.

Mereka adalah Seta, Utara dan Wratsangka' 3 pangeran Wirata tersebut dikenal sebagai jago diatas jago karena kesaktiannya yang tak bisa dikalahkan. Prabu Matswapati sangat berharap ketiga putranya mampu memenangkan perang dan mengembalikan kejayaan.

Setelah itu, para Pandawa menunjuk Kerajaan Panchala sebagai sekutu kedua' negeri yang dipimpin oleh Prabu Drupada ini mendapat kehormatan mendukung para Pandawa dengan sepenuh jiwa dan kekuatan raganya. Terlebih, negeri Panchala memiliki 2 orang ksatria andalan yang cerdik dan tidak kenal takut menghadapi tantangan' Trustajumena adalah pangeran yang menjadi panglima pasukan utama.

Sedangkan Srikandi adalah putri sekaligus istri selir Arjuna yang menjadi ketua pasukan wanita dan pasukan cadangan dari negara-negara sekutu. Rupanya ada yang kurang, kali ini para Pandawa ingin mengajak beberapa negara yang dahulu pernah datang dalam acara sesaji rajasuya.

Diantaranya kerajaan Magadha, Lesanpura, Chedi, Ayodya, Mahespati, Pancuran Manik, Gilingwesi, Nishada dan masih banyak lagi. Tetapi, jumlah prajuritnya rupanya masih kalah dengan jumlah sekutu yang dikumpulkan oleh pihak Hastinapura.

Prabu Duryudana malah mulai memprediksi negeri Hastina akan memenangkan pertempuran, karena negeri itu diperkuat 3 murid Begawan Ramabargawa. Mereka adalah Resi Bhisma, Resi Durna dan Adipati Karna' sekutunya pun bermacam-macam' ada sekutu dari negara Mandaraka, Himaimantaka, Plasajenar, Mandura, Sengkapura, Jong Parang, Banakeling, Tempuru, Turilaya, Trajutrisna dan sebagian negara-negara persemakmuran lainnya.

Ini membuktikan bahwa Hastina memang unggul dari segi jumlah sekutu dan bala pasukannya, tetapi apakah Hastina mampu mempertahankan daerah jajahannya yang dahulu pernah dicaplok setelah peristiwa pembuangan para Pandawa ?

Cerita berganti, kali ini berpindah ke Kahyangan Setra Gandamayit' Bathari Durga dan Prabu Dewasrani berencana untuk membinasakan para Pandawa sebelum Bharatayudha terjadi' mereka berniat agar para Kurawa dan negeri Hastina bisa memenangkan perang.

Namun, menurut Bathari Durga' untuk membinasakan para Pandawa' ia ingin mengutus salah satu putranya yang bernama Dewasrani untuk melancarkan serangan mendadak ke negeri Wirata dimana para Pandawa sedang merencanakan strategi bertempur.

Prabu Dewasrani setuju dengan usulan sang Ibu, Tak lama kemudian, seluruh denawa datang menemui Batari Durga bahwa semua persiapan untuk menghadapi pertempuran menyerbu kerajaan Wirata sudah lengkap.

Karena sudah waktunya para Pandawa dimusnahkan akibat keberhasilan mereka yang dulu pernah menggagalkan rencana Bathari Durga menikahkan Dewasrani dengan Bathari Dresanala' ini merupakan wujud balas dendam yang telah lama direncanakan.

Mengingat waktunya tiba, maka semua lelembut dan setan-setan penghuni Kahyangan Setra Gandamayit siap siaga menyerang negeri Wirata. Mereka bersiap saat malam hari, karena pada malam hari para lelembut cenderung agresif dalam beraktifitas.

Dan bagaimanakah rencana Bathari Durga dalam memusnahkan para Pandawa Lima sebelum Bharatayudha terlaksana ?

Lantas, Siapa yang mampu menghalangi niat jahat tersebut ?

 Bathari Durga berencana ingin menggagalkan perang Bharatayudha dengan cara membinasakan para Pandawa Lima. Ia menghimpun seluruh kekuatan barisan pasukan denawa yang kasat mata dan sakti pilih tanding. Dalam rencana penyerangan itu Prabu Dewasrani ikut membantu sekaligus ingin menutaskan balas dendam kepada salah satu anggota Pandawa Lima, Arjuna.

Prabu Dewasrani punya misi tersendiri, ia ingin melenyapkan Arjuna untuk kedua kalinya setelah gagal memperistri Bathari Dresanala yang mengakibatkan lahirnya Wisanggeni.

Dalam invasi tersebut, mereka mulai menebar kekacauan dan membuat huru hara di seluruh penjuru negeri Wirata. Mereka yang tak kasat mata segera menyerang dengan serangan psikologis, yakni membuat semua orang kerasukan roh jahat.

Kekacauan di Wirata akibat ulah para denawa yang merasuki tubuh penduduk membuat persiapan para Pandawa dan seluruh punggawa kerajaan Wirata terganggu. Mereka mulai sulit untuk menemukan jalan keluar bagaimana caranya agar wabah kerasukan ini bisa diatasi.

Sementara itu di Kahyangan yang jauh, Wisanggeni dan Antasena sedang berbincang-bincang dengan Sang Hyang Wenang mengenai keterlibatan mereka berdua di perang Bharatayudha. Kedua ksatria itu berniat ingin membantu para Pandawa Lima.

Namun, Sang Hyang Wenang memperingatkan agar tidak boleh ikut campur urusan yang sudah di kodratkan Yang Maha Kuasa. Antasena yang sudah lama mengidam-idamkan diri menjadi senopati dalam perang Bharatayudha berniat menolak usulan Sang Hyang Wenang.

Antasena berpendapat bahwa jika ia dan Wisanggeni tak ikut berperang' maka Pandawa Lima akan kalah dan tentu nasib kedua ayah mereka akan celaka. Wisanggeni sangat mengkhawatirkan ayahnya, Arjuna dan juga kakak-kakaknya yang sedang bersiap-siap mengikuti perang besar itu.

Sependapat dengan Wisanggeni, Antasena juga mengkhawatirkan nasib Ayahnya, Werkudara dan Gatotkaca kakaknya yang ingin berperang membela kebenaran yang hak. Prihatin dengan nasib orang tua mereka, Wisanggeni dan Antasena sudah berikrar ingin membantu para Pandawa Lima dalam menjalankan perang Bharatayudha.

Sang Hyang Wenang akhirnya memberi jawaban, Wisanggeni dan Antasena boleh membantu para Pandawa Lima dengan syarat mereka harus menyingkirkan bahaya yang lebih mengkhawatirkan dibanding perang Bharatayudha itu sendiri.

Menurut Sang Hyang Wenang, rencana para Pandawa dalam membangun koalisi tempur' bisa gagal jika sekumpulan lelembut dan denawa dari Kahyangan Setra Ganda Mayit berhasil membunuh para Pandawa secara psikologis.

Lalu, Antasena berdiri dan berkata bahwa ia akan selalu berada di pihak Pandawa Lima jika ada yang berani menggagalkan rencana perang Bharatayudha. Maka pergilah Antasena sambil membawa tekad membara untuk tetap meluruskan niat para Pandawa Lima merebut tahta yang dikuasai para Kurawa.

Sepeninggal Antasena, Wisanggeni di beri senjata wasiat berwujud Gada Emas oleh Sang Hyang Wenang untuk membinasakan para denawa dan lelembut yang ingin merusak konsentrasi para Pandawa Lima.

Wisanggeni pergi meninggalkan Sang Hyang Wenang, ia turun bersama Antasena memerangi para denawa dan lelembut dari Kahyangan Setra Gandamayit. Sesampainya di perbatasan kerajaan Wirata, Wisanggeni dan Antasena sambil bertolak pinggang menanti kedatangan wadyabala denawa dari Kahyangan Setragandamayit.

Tak disangka para wadyabala sudah berada disana, namun mereka terkejut saat melihat Wisanggeni dan Antasena menghadang jalan mereka. Langsung saja Wisanggeni dan Antasena menyerbu kawanan denawa yang dihadangnya. Pertempuran sengit tak terelakan lagi, semua denawa mengeroyok Antasena dan Wisanggeni.

Bagaimanapun juga mereka semua tak mampu mengalahkan kedigdayaan Antasena, Wisanggeni apalagi' sekali serang dengan semburan api dari mulutnya, ratusan kawanan denawa ludes tanpa sisa.

Bahkan dalam satu kali serang saja, Wisanggeni mampu melumpuhkan ribuan lelembut' melihat kejadian itu Prabu Dewasrani keluar dari kereta kencana dan menyerang Wisanggeni.
Pertarungan satu lawan satu pada hari itu sangatlah seru, selama pertarungan berlangsung kondisi cuaca sedang tidak bagus. Apalagi suara petir menyambar-nyambar dengan nyaringnya, kilat turut serta menghiasi suasana mencekam waktu itu.

Prabu Dewasrani yang kewalahan segera mengeluarkan senjata pusakanya yakni Cis Jaludara, ketika Cis Jaludara menerjang tubuh Wisanggeni, senjata itu berhasil membuat putra Arjuna dengan Bathari Dresanala terkapar tak berdaya. Sontak semua wadyabala denawa dan lelembut bersorak sorai atas kemenangan Prabu Dewasrani. Namun, Wisanggeni kembali berdiri meskipun sudah terluka akibat serangat Cis Jaludara.

Segera Wisanggeni mengeluarkan senjata pemberian Sang Hyang Wenang, ialah Gada Emas' Prabu Dewasrani melihat senjata itu segera menyerang dengan Cis Jaludara lagi. Adu kekuatan antara Cis Jaludara dengan Gada Emas membuat suara gemuruh petir kian mencekam.

Akhirnya senjata milik Prabu Dewasrani lenyap terkena daya dari senjata milik Wisanggeni, senjata Cis Jaludara hancur terkena hantaman Gada Emas. Prabu Dewasrani yang takut terkena serangan Gada Emas segera kabur dari medan pertempuran.

Namun sayang, ketika hendak kabur' Wisanggeni mengeluarkan semburan api yang panasnya melampaui panasnya api kawah candradimuka. Prabu Dewasrani tak bisa menghindar dari panasnya kobaran api itu. Maka tewaslah ia beserta seluruh wadyabala denawa dan lelembut dibawah pimpinan nya.


(Bersambung)

Kamis, 22 Desember 2016

Cerita Wayang : Kresna Duta (PART 02)

Dalam hatinya, Ki Demang Ijrapa dan Bambang Rawan ingin sekali menjadi bagian penting dari kubu Pandawa Lima yang katanya akan melaksanakan perang besar. Lalu sang kakek tua itu memohon agar ia bisa manunggal dengan para Pandawa Lima' setidaknya ikut serta dalam mempersiapkan segala sesuatu untuk keperluan peperangan.

Werkudara dan Arjuna menyambut hal itu dengan antusias, akhirnya mereka berdua mengajak Ki Demang Ijrapa dan Bambang Rawan ke negeri Wirata untuk membantu para Pandawa yang sedang sibuk hendak melangsungkan upacara.

Sesampainya disana, Ki Demang Ijrapa dihadapkan kepada Prabu Matswapati beserta para punggawa kerajaan, kedatangan orang tua yang sudah lanjut usia tersebut adalah menyampaikan keinginannya sendiri karena merasa punya hutang jasa dengn para Pandawa Lima.

Lantas, Prabu Matswapati menanyakan apa keinginan sesungguhnya yang ada didalam hati Ki Demang Ijrapa dan Bambang Rawan putranya. Maka secara tegas ia mengatakan bahwa akan menjadi sesaji upacara suci guna memperlancar prosesnya peperangan.

Mendengar hal itu semua orang terkejut, mengapa orang bijak sekelas Ki Demang Ijrapa mau menjadi sesaji demi kemenangan Pandawa Lima. Kemudian, Prabu Matswapati menanyakan kemantapan Ki Demang Ijrapa yang dikiranya main-main.

Sambil bertekuk lutut dan melakukan sembah, Ki Demang Ijrapa akan menjadi penyebab kemenangan Pandawa Lima dalam menempuh Bharatayudha. Hal demikian juga dilakukan Bambang Rawan putranya, bahkan mereka berdua sudah ikhlas merelakan hidupnya demi kemenangan orang yang dahulu pernah menolongnya.

Mendengar pernyataan itu, Prabu Kresna akhirnya mempersilahkan Ki Demang Ijrapa dan Bambang Rawan untuk menjadi sesaji kemenangan dalam upacara yang seharusnya mengorbankan hewan ternak.

Akhirnya api pancaka sudah dibakar, disaksikan seluruh rakyat Wirata beserta para prajurit penjaga' Ki Demang Ijrapa dan Bambang Rawan mengenakan busana serba putih sebagai wujud kesucian hati dan pikiran yang telah mantap melaksanakan keinginannya.

Sebelum terjun ke atas api, Ki Demang Ijrapa dan Bambang Rawan berpesan kepada Prabu Puntadewa, Werkudara, Arjuna, Nakula dan Sadewa agar negeri Ekacakra yang sudah ditinggal mati Prabu Bakasura dijadikan wilayah kekuasaan Pandawa Lima.

Dengan raut wajah yang sedih, Arjuna merasakan suasana haru menyelimuti jalannya upacara yang memang penuh emosi bergejolak didalam dada. Lantas apa boleh buat' inilah pengorbanan yang dilakukan oleh orang berhati suci demi membalas perbuatan di masa dulu.

Ki Demang Ijrapa dan Bambang Rawan hendak terjun ke atas api pancaka untuk mempercepat jalannya upacara sesaji. Namun, sebelum terjun ke atas api' Ki Demang Ijrapa berterima kasih atas bantuan para Pandawa Lima yang dahulu pernah menyelamatkan nyawa banyak orang di desanya.

Arjuna makin memperlihatkan wajah sedihnya dengan meneteskan air mata tanda dibendung membasahi pipinya yang putih bersih. Arjuna mengaku kasihan pada Ki Demang Ijrapa yang dahulu pernah memberinya makanan untuk para Pandawa Lima pada saat baru saja lolos dari tragedi terbakarnya Bale Sigala-gala.

Dengan suara yang agak serak, Arjuna berkata agar Ki Demang Ijrapa mau memberkatinya dan memberinya doa agar Pandawa Lima bisa memenangkan Bharatayudha. Orang tua tersebut sangat tahu apa yang sedang dirasakan Arjuna. Melihat Arjuna menangis, para Pandawa Lima yang lain juga turut meneteskan air mata. Mereka merasa berhutang budi pada Ki Demang Ijrapa yang dahulu menolong mereka saat menghadapi kelaparan di tengah hutan.

Bambang Rawan juga ikut merasakan sesuatu yang membuat hati para pengunjung prosesi upacara sesaji makin dibasahi air mata. Putra tunggal Ki Demang Ijrapa itu merasa bahwa para Pandawa Lima memang telah mengubah takdirnya yang dulunya hendak dijadikan mangsa Prabu Bakasura.

Berkat mereka, Bambang Rawan bisa hidup tentram dan damai tanpa adalnya teror yang berarti.
Segera Ki Demang Ijrapa dan Bambang Rawan pamit dari hadapan para Pandawa Lima beserta Prabu Kresna yang menjadi panitia upacara.

Dan terjunlah mereka berdua ke atas api yang berkobar-kobar bagaikan amukan Bathara Brama yang hendak membakar bumi dengan apinya. Setelah mereka terjun, maka tubuh mereka menjadi abu' dan beberapa saat kemudian terdengar suara dari langit. Suara itu merupakan suara Ki Demang Ijrapa dan Bambang Rawan yang sukmanya sudah diangkat ke alam baka.

Dalam suara itu mereka beseru bahwa Pandawa Lima pasti memenangkan pertempuran di Kurukasetra.
Setelah mendengar suara itu, Prabu Kresna yakin bahwa angkara murka yang selama ini menyelimuti dunia bisa sirna jika perang ini dimenangkan oleh para Pandawa Lima beserta wadyabalanya.

Setelah upacara selesai, para Pandawa Lima segera kembali dan melakukan pertemuan rahasia untuk membahas siapa yang akan menjadi sekutu Pandawa Lima dalam perang Bharatayudha nanti.

(Bersambung)



Cerita Wayang : Kresna Duta (PART 01)

Suatu hari di negeri Wirata, para Pandawa Lima sedang duduk dihadapan Prabu Matswapati.
Mereka baru saja berhasil menyelamatkan negeri Wirata dari pemberontakan yang dilakukan Kencakarupa dan Rupakenca. Dalam suasana itu para Pandawa Lima berniat ingin menagih janji Prabu Duryudana yang dahulu menghukum mereka seusai kalah main judi 13 tahun silam.

Werkudara sudah lama menantikan saat-saat yang menentukan nasib para Pandawa Lima yang sudah lama hidup di hutan dan setahun menyamar sebagai kaum sudra. Ia berniat menuntut balas atas perlakuan tidak senonoh Dursasana terhadap Drupadi, kakak iparnya.

Terbayang kejadian memalukan yang menimpa Drupadi saat hendak ditelanjangi Dursasana di tempat perjudian, Raut wajah sang Werkudara memerah dan sedikit-sedikit melotot kedua bola matanya.
Dalam hatinya, Werkudara bersumpah akan menyiksa Dursasana sampai tidak berdaya dan meminum darahnya.

Ketika sedang berkumpul bersama Prabu Matswapati, mereka membicarakan rencana untuk menagih janji kepada Prabu Duryudana agar negeri Amarta dan wilayah-wilayah otonomnya di kembalikan setelah Pandawa Lima menjalani masa hukuman.

Prabu Matswapati menyetujui rencana itu, tetapi Prabu Matswapati belum tahu siapa yang akan menjadi utusan perdamaian guna melunakkan hati Prabu Duryudana yang keras kepala itu.
Sayang, Pandawa Lima belum bisa meminta pertolongan untuk mencari sukarelawan yang mampu menjadi utusan perdamaian.

Mula-mula para Pandawa Lima mengutus Dewi Kunti Talibrata sebagai utusan, namun gagal karena perkara semacam itu tidak berhak diserahkan kepada orang tua. Kemudian giliran Prabu Drupada yang menjadi utusan, Prabu Drupada merupakan mertua Prabu Puntadewa.

Dengan segala nasehat dan petuah, Prabu Drupada mencoba membujuk Prabu Duryudana agar negeri Amarta dikembalikan kepada Pandawa Lima, namun malah tindakan Prabu Duryudana membuat rencana ini gagal juga.

Berawal ketika Prabu Drupada datang ke Hastina bersama putranya yang bernama Thrustajumena dan Patih Drestaketu, setelah Prabu Drupada masuk ke dalam istana untuk melakukan proses perundingan damai' Thrustajumena dan Patih Drestaketu diusir oleh Aswatama dan Burisrawa yang sejak awal sudah berniat melakukan hal itu.

Hingga pada akhirnya, Kereta Kuda beserta kuda penariknya dihancurkan dan dibunuh' Patih Drestaketu tidak mampu mencegah hal ini karena saat itu ia sibuk meladeni Aswatama dan Burisrawa yang menantangnya berkelahi.

Setelah Prabu Drupada keluar dari istana dalam keadaan kesal bercampur marah, ia kaget melihat kereta kuda tunggangannya hancur lebur. Kuda penarik keretanya dibunuh dan bangkainya dibiarkan terlantar.

Raja negeri Pancala itu marah melihat kejadian yang terjadi pada dirinya, lantas Prabu Drupada pulang ke Wirata menemui Pandawa Lima dan mengabarkan bahwa misinya gagal untuk melunakkan hati Prabu Duryudana. Para Pandawa Lima makin tertunduk lesu mendengar berita ini, dan upaya terakhir selanjutnya adalah mencari utusan perdamaian baru agar semoga rencana semacam ini bisa terlaksana.

Maka diutuslah Gatotkaca membawa surat berisi ajakan kepada Prabu Kresna agar mau menjadi utusan perdamaian untuk meminta hak atas negeri Amarta yang direbut oleh Prabu Duryudana.
Sesampainya disana, Gatotkaca memberikan surat ajakan itu kepada Prabu Kresna' dan akhirnya Prabu Kresna menyanggupi permintaan para Pandawa Lima.

Prabu Kresna bergegas menuju Wirata untuk menemui para Pandawa untuk mencari informasi sekaligus merancang rencana cadangan jika cara semacam ini gagal dilakukan.


Sesampainya di negeri Wirata, Prabu Kresna segera menemui Prabu Puntadewa dan saudara-saudaranya yang kebetulan sedang berdiskusi bersama Prabu Matswapati. Prabu Kresna menanyakan sesuatu hal mengenai nasib Pandawa Lima selama bersembunyi di Wirata.

Prabu Matswapati menjawab bahwa keadaannya baik-baik saja, bahkan kehadiran mereka berlima membuat negeri Wirata selamat dari pemberontakan dan penyerangan. Setelah mendengar hal itu, Prabu Kresna mulai tahu bahwa ia pernah merasakan aura keberadaan Pandawa Lima di negeri Wirata.

Menurut Prabu Matswapati, keberadaan para Pandawa Lima yang menyamar menjadi kaum sudra kerap menimbulkan masalah yang sepele. Misalnya, Prabu Puntadewa menyamar sebagai mantri pasar bernama Dwijakangka. Ketika menjadi mantri pasar, harga-harga sembako di Wirata cenderung naik hingga diatas harga yang direkomendasikan. Prabu Puntadewa pernah dimarahi karena dianggap tidak becus mengatur harga-harga di pasar. Namun, sebulan kemudian justru harga sembako yang dijual di pasar-pasar yang terdapat di ibukota Wirata malah jadi murah dan mudah dijangkau pembeli.

Begitupun ketika Werkudara menyamar sebagai anak angkat Ki Jagal Walakas, sang Arya Panenggak menyamar sebagai pemuda yang bekerja sebagai tukang potong hewan bernama Jagal Abilawa.
Selama menjadi tukang potong hewan kerjanya cuma tidur, kalau ada hewan yang hendak di potong atau di jagal' Werkudara tidak pernah menggunakan pisau atau golok.

Tetapi, menggunakan Kuku Pancanaka yang merupakan identitas ksatria keturunan inkarnasi dewa angin Bhatara Bayu. Sehingga dalam waktu beberapa menit saja, hewan-hewan yang siap dipotong sudah tersaji dalam bentuk daging segar siap jual.

Ki Jagal Walakas mendapat untung besar akibat dari apa yang dilakukan Werkudara saat menyamar sebagai tukang jagal hewan. Bahkan dalam waktu 2 minggu stok daging di Wirata melampaui kuota dan kuota yang terlampau jauh itu malah di ekspor ke negeri-negeri tetangga.

Lalu, lain halnya dengan Arjuna yang menyamar sebagai guru seni' Arjuna merubah penampilannya menjadi banci kaleng dengan sebutan Wrahatnala. Profesi Arjuna dalam menjadi banci adalah mengajari orang-orang di Wirata dalam berkesenian. Bahkan akibat ulah Arjuna itu, jumlah seniman-seniman terkenal di Wirata bahkan menjadi populer berkat ajaran yang dilakukan olehnya.

Terakhir, tinggal sepasang anak kembar yang bernama Nakula dan Sadewa' Nakula menyamar sebagai petani desa dan Sadewa menyamar sebagai penggembala ternak. Nakula mengubah namanya menjadi Darmagranti dan Sadewa mengubah namanya menjadi Tripala.

Kinerja Nakula selama menjadi petani desa membuat hasil panen di pedesaan makin berlimpah dan cukup untuk keperluan sehari-hari bahkan kejeliannya dalam merawat tanaman benar-benar mengubah kesejahteraan yang tadinya standar menjadi hebat.

Sadewa tak ketinggalan dengan ide-ide cemerlangnya selama menyamar menjadi penggembala ternak, hewan-hewan ternak yang dikembangkan oleh Sadewa mampu beranak cepat hingga ratusan ekor. Terutama kuda, kalau mengasuh hewan bertenaga luar biasa ini Sadewa hanya butuh resep berupa rumput pilihan yang sudah diolah serta obat-obatan yang mengandung unsur herbal.

Hasilnya, kuda-kuda bahkan hewan-hewan ternak lainnya kebugarannya meningkat sehingga banyak negara-negara lain yang memesan kuda yang diternakan oleh Sadewa untuk keperluan militer.
Mendengar ungkapan Prabu Matswapati yang sangat blak-blakan tetapi tidak mengandung unsur kebohongan , Prabu Kresna mengatakan bahwa kehadiran para Pandawa Lima di negeri Wirata membuat negeri itu kembali menemukan kejayaannya yang dahulu hilang.

Tiba-tiba pembicaraan dihentikan oleh Werkudara, lelaki bertubuh tegap dan tinggi itu berkata bahwa ini bukan waktunya untuk membicarakan keberhasilan para Pandawa Lima dalam memajukan negara, melainkan bagaimana caranya agar negeri Amarta yang direbut lewat meja judi oleh para Kurawa bisa dikembalikan.

Akhirnya Prabu Kresna pun menjawab bahwa ia pasti akan melakukan bujuk rayu yang lembut agar Prabu Duryudana bisa mengembalikan negeri Amarta kepada para Pandawa Lima. Lantas, Prabu Kresna segera berangkat menuju Hastina guna menemui Prabu Duryudana dengan menaiki kereta kuda yang dikusiri oleh Setyaki.

Di tengah jalan, Prabu Kresna dan Setyaki dihampiri oleh 4 orang dewa tertinggi' mereka adalah Bathara Narada, Bhatara Ramabargawa, Bathara Kanwa dan Bhatara Janaka. Mereka berempat ingin turut menuju negeri Hastina untuk menyaksikan jalannya proses perundingan damai agar para Pandawa Lima bisa mendapatkan kembali hak nya.

Cerita berganti di negeri Hastina, di pasewakan agung terdapat sosok raja berambut panjang bergelombang dengan bulu dada yang lebat. Kumis lebat hingga melingkari setengah wajah bagian bawahnya. Ia adalah Prabu Duryudana, putra Prabu Dhestarastra dengan Dewi Gandari' raja yang satu ini terkenal emosional dan pelit.

Dihadapan para tamu di pasewakan seperti Resi Bhisma, Resi Durna, Patih Sengkuni, Adipati Karna beserta para menteri-menteri, Prabu Duryudana menegaskan bahwa para Kurawa harus tetap mempertahankan negeri Amarta yang sudah menjadi jajahan negeri Hastina selama 13 tahun.

Bahkan, negeri Hastina berniat ingin mengeksplorasi alam negeri Amarta yang terkenal kaya mineral dan sumber pangan yang banyak. Prabu Duryudana berkata bahwa Hastina tetap akan bersikukuh menjadikan Pandawa Lima sebagai sekelompok orang yang membahayakan.

Resi Bhisma menasehati bahwa selayaknya para Pandawa Lima harus diberi hak sebagai pewaris tahta karena Pandawa Lima adalah keturunan penguasa terdahulu. Namun, Prabu Duryudana tidak peduli akan semua itu, ia tetap menginginkan Pandawa Lima tidak dapat berkuasa atau mendapatkan harta benda.

Adipati Karna yang duduk didekat Resi Bhisma mengatakan bahwa ia tidak setuju bila para Pandawa Lima tidak diberi kekuasaan. Mengingat para Pandawa Lima masih saudara Prabu Duryudana sendiri, seharusnya dikembalikan saja negeri Amarta ke tangan Pandawa Lima agar tidak menimbulkan ketidakpuasan rakyat yang menilai rajanya terlalu gila harta.

Ucapan Adipati Karna yang terlalu kritis dan tidak melihat situasi maupun kondisi membuat telinga Prabu Duryudana merasa kemasukan lebah. Dengan nada teriakan yang tinggi, Prabu Duryudana mengusir Adipati Karna yang sudah tidak pro terhadap Prabu Duryudana. Resi Bhisma juga ikut keluar dari pasewakan karena sang resi tahu bahwa apa yang dikatakan Adipati Karna ada benarnya.

Setelah Resi Bhisma dan Adipati Karna meninggalkan pasewakan, tiba-tiba datang prajurit penjaga melapor' dalam laporannya prajurit itu memberitahukan kedatangan Prabu Kresna beserta rombongan. Dalam waktu sebentar saja setelah prajurit itu masuk menemui Prabu Duryudana, Prabu Kresna sudah berada di pintu masuk pasewakan bersama keempat dewa yang tadi menumpangi kereta kudanya. Kedatangan Prabu Kresna membuat seisi pasewakan geger, mereka semua lantas melakukan sembah. Memang, yang datang adalah dewa-dewa' kalau dilihat pasti ada keperluan penting yang tidak main-main.


Kedatangan Prabu Kresna beserta keempat dewa di Hastina membuat seluruh isi pasewakan geger, mereka baru pertamakali melihat dewa-dewa datang ke negeri Hastina. Prabu Duryudana memang sudah menduga bahwa setelah Dewi Kunti dan Prabu Drupada yang menjadi utusan, kini tinggal Prabu Kresna yang belum melakukannya. Dalam hatinya ia sudah menegaskan tidak akan menyerahkan negeri Amarta beserta seisi wilayah otonomnya kepada para Pandawa Lima dengan cara apapun termasuk berperang.

Lalu, Prabu Kresna berjalan menuju singgasana dimana putra Prabu Dhestarastra duduk dihadapan semua pejabat kerajaan. Dengan kata-kata halus nan lembut, Prabu Kresna membujuk saudara sulung para Kurawa itu mau berdamai dengan Pandawa Lima. Prabu Kresna menjamin adanya perdamaian dan ramalan mengenai perang besar antar keluarga yang sudah diperkirakan itu akan hancur, bila Prabu Duryudana mau menuruti nasehat Prabu Kresna.

Sayang disayang, Prabu Duryudana lagi-lagi tetap membantah bahwa ia akan menyerah pada ucapan manis. Prabu Duryudana rupanya malah ingin sekali melihat darah mengalir di negerinya' setelah melihat tindakan raja Hastina tersebut maka Bhatara Narada yang menyaksikannya turut bersumpah bahwa perang yang diramalkan akan segera terjadi.

Bharatayudha, itulah perang besar yang telah lama diramalkan sejak dahulu kala.
Prabu Duryudana rupanya ingin menggali liang lahatnya sendiri dengan menjadi korban senjata-senjata para Pandawa Lima.

Dengan nada kasar Prabu Duryudana mengusir Prabu Kresna beserta para Dewa yang tadi menyaksikan jalannya pembicaraan. Maka pada saat itu, Prabu Kresna segera meninggalkan pasewakan untuk menyampaikan hal ini. Dalam hatinya Prabu Kresna berkata bahwa sudah waktunya angkara murka dibinasakan.

Setelah keluar dari istana, Bhatara Narada beserta para dewa yang lain pergi meninggalkan Prabu Kresna untuk menyampaikan berita besar ini. Ketika hendak menuju kereta kuda yang sedang di jaga oleh Setyaki, para Kurawa sudah berkumpul sambil membawa senjata lengkap.

Mereka berniat membunuh Prabu Kresna dengan cara mengeroyoknya, namun Setyaki yang melihat semua anggota Kurawa mengepung junjungannya segera menerjang barisan. Hasilnya Setyaki bertarung sendirian guna melindungi Prabu Kresna.

Tak sampai disitu, usaha Setyaki menemui ganjalan berupa hadangan Burisrawa yang sudah sejak tadi menanti keributan. Burisrawa yang sudah dipengaruhi minum-minuman keras' tanpa alasan yang jelas melempar tombak ke arag Setyaki. Dan ternyata saat melihat kejadian mengerikan ini, Prabu Kresna mulai kehilangan kesabaran.

Sehingga dengan kekuatan yang besar, Prabu Kresna berubah menjadi Brahala Sewu yang tingginya 3 kali lipat gunung. Prabu Kresna mengamuk dengan kekuatannya yang sudah tak terkendali' para Kurawa mengerumuni kaki bahkan ada yang memanjat tubuh Prabu Kresna.

Tapi, setelah mengeluarkan ilmu dari tubuhnya' semua anggota Kurawa yang mengeroyok Prabu Kresna berjatuhan bagai semut yang disemproti obat serangga. Prabu Kresna kian liar dan kekuatannya hampir membuat para Kurawa kewalahan, Resi Bhisma yang melihat dari kejauhan hanya bisa menangis sambil berkata dalam hati bahwa kehancuran para Kurawa dan negeri Hastinapura tinggal menghitung hari.

Kemarahan Prabu Kresna menjadi pertanda buruk bahwa negeri Hastinapura akan menerima hukuman berupa perang yang berlangsung selama 18 hari di sebuah gurun gersang bernama Kurusetra. Sudah dipastikan, Pandawa Lima dan Kurawa akan saling membunuh untuk memperoleh negeri warisan mendiang Prabu Pandu Dewanata.

Tak lama datanglah Bhatara Guru menghentikan kejadian itu, dalam nasehatnya raja para dewa itu berkata bahwa Prabu Kresna tidak berhak membinasakan Kurawa' karena nasib para Kurawa hanya ada di tangan para Pandawa Lima.

Mendengar hal itu, Prabu Kresna kembali ke wujud manusia dan segera pergi meninggalkan negeri Hastinapura untuk mengatakan hal penting kepada para Pandawa bahwa perang besar Bharatayudha akan segera dimulai. Hari mulai senja, Prabu Kresna ingin kembali ke negeri Wirata untuk menyuruh para Pandawa Lima bersiap-siap menghadapi para Kurawa di medan perang. Dan ketika sudah malam, Prabu Kresna melakukan pertemuan secara diam-diam dengan Adipati Karna di negeri Awangga.

Dalam pertemuan itu Adipati Karna diminta untuk membantu para Pandawa Lima, tetapi sayangnya raja yang masih saudara seibu dengan para Pandawa Lima tidak mau mengkhianati janji setianya dengan negeri Hastinapura. Menurut Adipati Karna, negeri Hastinapura sudah lama ia tinggali sejak masih kecil. Demi negara, Adipati Karna rela mengangkat senjata agar negara yang dibelanya sejak lama tak jatuh ketangan musuh, meskipun musuhnya merupakan saudara seibu.

Dengan wajah yang tidak bisa menyembunyikan rasa cintanya terhadap para Pandawa Lima, Adipati Karna meminta Prabu Kresna agar ia nanti bisa dipertemukan dengan Arjuna bila jatah perang tandingnya ada. Maka dari itu Prabu Kresna menyetujui permintaan Adipati Karna' namun Prabu Kresna kembali mengingatkan bahwa barang siapa yang membela kejahatan maka ia akan hancur bersama raganya dalam kehinaan.

Sumpah setia pun diucapkan oleh Adipati Karna, dalam sumpahnya ia berkata bahwa ia akan gugur di medan laga bila senjata andalannya telah kembali ke kahyangan' senjata yang dimaksu itu adalah senjata Kyai Kunta Wijayadanu.

Setelah itu, Prabu Kresna kembali melanjutkan perjalanan untuk kembali ke Wirata agar secepatnya para Pandawa Lima mengadakan upacara sebelum perang. Tujuannya agar segala doa yang diucapkan dalam ritual tersebut bisa menjawab keinginan para Pandawa Lima.


Peristiwa pengeroyokan yang dilakukan oleh para Kurawa menandakan bahwa inilah saatnya Prabu Kresna menjadi mentor sejati para Pandawa Lima dalam menjalani peperangan. Setelah ia bersama Setyaki datang ke Awangga’ Prabu Kresna pun kembali ke Wirata. 
Dengan rasa menyesal, Prabu Kresna meminta maaf kepada Dewi Kunti bahwa ia gagal dalam melaksanakan tugasnya sebagai utusan perdamaian.
Mendengar kegagalan itu, Werkudara makin yakin bahwa kesempatan emasnya menghabisi para Kurawa makin terbuka. Karena dulu ia pernah bersumpah akan menghukum para Kurawa yang telah licik merebut negeri Amarta beserta negeri-negeri jajahannya.
Guna mengawali perang Bharatayudha, Prabu Kresna segera mengusulkan untuk mengadakan upacara suci untuk mendapatkan izin dari Yang Maha Kuasa agar jalannya peperangan bisa menguntungkan para Pandawa.
Upacara itu berupa upacara suci yang mengorbankan seekor kuda atau hewan ternak, segera para Pandawa menyalakan api pancaka untuk melakukan serangkaian syarat-syarat dalam berperang.
Perang yang akan dihadapi para Pandawa bukanlah perang biasa, melainkan perang suci yang akan menelan banyak korban dan darahnya siap membanjiri dunia. Arjuna dan Werkudara segera mencari hewan-hewan atau ternak yang akan dijadikan sesaji.
Cerita berganti di sebuah negeri yang sedang mengalami paceklik, negeri itu bernama Ekacakra yang dahulunya dikuasai Prabu Bakasura. Konon, dahulu Prabu Bakasura adalah seorang raja yang gemar memakan daging manusia karena dirinya adalah raksasa.
Namun, Prabu Bakasura berhasil dikalahkan oleh Werkudara yang saat itu disuruh oleh seorang kakek-kakek  tua bernama Ki Demang Ijrapa. Kali ini berdasarkan cerita asli, Ki Demang Ijrapa bersama  putra semata wayangnya yaitu Bambang Rawan berniat mencari orang yang dahulu pernah menyelamatkan desanya dari teror Prabu Bakasura.
Sambil meninggalkan desa, Ki Demang Ijrapa dan Bambang Rawan berkelana mencari orang yang dimaksud. Rupanya dalam perjalanan mereka berdua bertemu dengan Arjuna dan Werkudara’ pertemuan antara mereka terjadi ditengah jalan.
Akhirnya mereka pun saling bertanya mengenai kabar pribadi, Werkudara yang sudah belasan tahun tak bertemu Ki Demang Ijrapa merasa bahagia bahwa sudah saatnya Ki Demang Ijrapa diboyong ke Wirata untuk diberi kedudukan.
Namun, Ki Demang Ijrapa menolak hal itu’ ia justru hanya ingin mengabdi kepada para Pandawa Lima yang dahulu pernah menyelamatkan nyawa mereka saat di teror raja raksasa itu.
Dan apa yang sedang dipikirkan oleh Ki Demang Ijrapa setelah bertemu dengan Arjuna dan Werkudara ?

(Bersambung)

Lirik Lagu Tegalan : Tegal Banyumas

Yayangku, Siti Lemah Lembut
Sak Propinsi, Ndean Paling Yahud
Kenal ning umahe mahmud, inyong langsung kepencut
Waktu salaman jantungku sendat-sendut

Critane bar olih gajian
Inyong apel, rep pan ngejak dolan
Numpak motor rombengan
Bantere mung ning turunan
Ora ngurusi asal bisa boncengan

Sing Tegal ning Banyumas
Motor terus tak 'gas
Pacarku ndikep kenceng
Nyong tambah bregas

Balike apes tenan, pas ketemu tanjakan
Motorku watuk-watuk, ora gelem jalan
Akhire mlaku nggoleti bengkel
Tilange yayangku ora rewel

Lirik Lagu Tegalan : Duit

Lepet alah lepet ketan, endas mumet weteng kruyukan
Mumet mikiri duit, selat suwe digolet sulit
Duit diudag-udag kadangkala nggawe kejedag
Ari didelengena ngiwing-iwing ngarepe mata

Lepet dipangan lengkek, endas mumet dipejet-pejet

Uwong tukaran ana sing sebab duit
Uwong perangan akeh rebutan duit
Uwong kawinan ana sing ndeleng duit
Uwong pegatan akeh sing sebab duit

Kudune ati-ati duit bisa medeni
Angger salah ngadepi sengsara urip mati

Piring ala piring eseng, awak gering daginge enteng
Gering mikiri dunya, tambah suwe kayong pan nyiksa
Dunya diuber-uber, kadangkala pan nggawe klenger
Ari didelengena ngiwing-iwing ngarepe mata

Sepur dawa dampare, wong sukur tenterem uripe

Lirik Lagu Tegalan : Rapper Amatiran

Pingin kuliah, durung klakon
Pingin mbojo, durung klakon
Pingin sugih, durung klakon
Pingin gawe album, durung klakon

Rame-rame pada audisi, eben bisa nembang neng tivi
Tapi sayang lagi laka kesempatan, mbok menyanyi lagu tegalan
Daripada dipikir pusing, mending ngarang lagu karo ngising
Nembang lagu lagune dewek, aransemene sekarepe dewek

Luruh kunci sametune dewek, Program musik program dewek
Pengin rekaman rekaman dewek, Lamun kesetrum kesetrum dewek
Nggawe video clip nggawe dewek, Yen wis dadi ditonton dewek
Lamun ora apik ya nggo dewek, Lamun apik ya nggo dewek

(Kembali ke Pingin Kuliah)

Gunung slamet katon sing benjaran
Endas mumet durung bayaran
Mangkane pan nggo malam mingguan
Mendingan ngriyeng karo tembangan

Kiye lagu-lagu gampangan
Bahasane model lokalan
Rekamane karo glelengan
Ngedit lan Mixing karo mangan

Aja protes lamun brantakan
Kiye ophi rapper amatiran
Esih mending dadi rapper amatir
Daripada dadi wong kentir

Kaya kiye akeh sing naksir
Sebabe memang bocahe tajir

(Kembali ke Pingin Kuliah)

Lirik Lagu Tegalan : Sepiring Ditinggal Lunga

Apalah artine wong rumah tangga
Nurute angger enyong lagi ana
Yen kaya kiye... percuma bae
Urip laka senenge...

Angger sewaring kowen nerima
Sing sepiring ditinggal lunga

Aja nyawange tangga, sing sawahe amba
Nyong kuli rekasa...
Angger kowen kaya kuwe, inyong ora sanggup
Nyangga utang bae...

Tak pikir-pikir laka artine
Kowen gawe mumet selawase

Lirik Lagu Tegalan : Man Warso Sadar

Man Warso... rika kampiun temenan
Akhire rika eling ponakan
Pacarku si Ening dibalekna maning
Esih utuh laka sing gotang

Man Warso... rika pancen jempolan
Wis tak romnyahi ora endaman
Malahan saiki inyong dipecingi
Limang juta nggo modal dagang

Man Warso... rika asline loman...

Ngesuk nang dina jum'at
Inyong langsung pan akad
Man Warso panitiane

Sing gawe ajib maning
Dapur sampe mas kawin
Man Warso sing nanggung kabeh

Rika tak dongakena, bisnise terus nambah
Rejekine ya mabrah-mabrah...
Rika tak dongakena, dimein umur dawa
Mbesuk mati mlebu suwarga...

Man Warso... rika pancen jempolan