Diangkatnya Rahwana sebagai raja baru Alengka bukan berarti disambut suka cita dan optimisme. Malah, ada firasat aneh dan pertanda buruk dibalik pengangkatan Rahwana menjadi raja. Tanda-tanda buruk ini mulai terasa saat Rahwana mulai memamerkan kekuatan pasukannya dalam agresi militer ke seluruh penjuru tanah Hindustan.
Sebagai raja dari luar benua Hindustan, tentu Rahwana punya cita-cita besar menjadi raja nomor satu di dunia dan tidak tertandingi oleh siapa pun.
Kepemimpinan Rahwana sebagai raja menimbulkan malapetaka bagi negeri-negeri luar yang tidak mengikat janji setia kepada Alengka.
Kekuatan militer pasukan Alengka mulai membuat kegaduhan dan keonaran semenjak
Rahwana menduduki singgasana.
Peperangan demi peperangan terjadi terjadi di daerah selatan tanah Hindustan.
Salah satu daerah yang diserbu adalah Guakiskenda, negeri yang istananya berbentuk goa itu diserbu oleh Alengka.
Raja yang memimpin Guakiskenda adalah raja siluman Prabu Mahesasura. Prabu Mahesasura takluk atas kedigdayaan Rahwana yang baru saja diangkat sebagai raja.
Tidak hanya Prabu Mahesasura yang takluk, adiknya yang menjadi senapati agung yakni Ditya Lembusura dan patihnya bernama Ditya Jatasura ikut dikalahkan oleh Rahwana hanya dengan membawa sedikit pasukan.
Kekalahan Guakiskenda menjadi hal yang sah bahwa daerah itu sudah masuk bagian wilayah jajahan Alengka.Prabu Mahesasura, Ditya Lembusura dan Ditya Jatasura resmi menjadi bawahan Rahwana yang ditugaskan untuk menjaga wilayah selatan agar tidak dimasuki musuh dari utara.
Kekuasaan Rahwana semakin membabi-buta, setelah Goakiskenda yang diserbu kini negeri-negeri lain juga ikut merasakan dampaknya.
Pengungsi dari berbagai macam suku bangsa mulai berdatangan ke wilayah utara demi menghindari pertempuran besar yang memakan banyak korban.
Hal ini mengundang keprihatinan dan kecaman atas tindakan Rahwana yang ingin menjadi penguasa tunggal dunia.
Kabar-kabar angin berhembus hingga ke telinga rakyat negeri Lokapala. Negeri Lokapala dipimpin oleh Prabu Danaraja yang semula damai dan sejahtera kini mulai terusik dengan berita-berita soal invasi pasukan Alengka ke negara-negara seberang.
Prabu Danaraja yang terdorong harinya untuk menjadi duta anti peperangan lantas datang ke Pertapaan Dederpenyu menemui Begawan Wisrawa, ayahnya.
Meski rasa benci masih ada akibat dilepasnya Dewi Sukesi ke Begawan Wisrawa pada waktu silam, tentu sebagai anak ia masih punya rasa sayang kepada ayahnya.
Prabu Danaraja curhat soal kelakuan Rahwana yang beberapa waktu lalu baru saja dilantik sebagai raja Alengka. Prabu Danaraja menganggap tindakan Rahwana sudah keterlaluan karena membinasakan umat manusia yang tidak berdosa.
Begawan Wisrawa menyarankan Prabu Danaraja menasehati Rahwana agar tidak meneruskan invasi besar-besaran yang memakan biaya dan nyawa.
Dan sepucuk surat pun dikirim oleh Patih Gohmuka yang ditulis Prabu Danaraja sendiri. Sayangnya isi surat itu malah membuat Rahwana murka lantaran ada pihak yang ikut campur urusan pribadinya.
Rahwana meminta agar Prabu Danaraja mendukung invasinya agar Alengka menjadi negara terkuat di dunia, tetapi malah Prabu Danaraja memohon untuk menghentikan invasi yang kadung terjadi.
Rahwana mengusir Patih Gohmuka dari Alengka lantaran dianggap menghalang-halangi usaha perluasan tanah jajahan.
Patih Gohmuka merasa dilecehkan oleh sikap Rahwana yang mencoreng nama baik utusan negara lain. Tindakan semacam itu tidak amat pantas dilakukan oleh raja besar sekaliber Rahwana yang memperlakukan utusan secara amoral.
Patih Gohmuka malah memaki Rahwana dengan sebutan raja yang tidak jauh berbeda dengan iblis. Rahwana semakin panas tensinya, akhirnya tidak segan-segan Rahwana mencabut pedang yang berada disamping singgasana.
Patih Gohmuka diancam oleh Rahwana karena berani kepadanya, tetapi Patih Gohmuka tidak takut dengan gertakan Rahwana.
Tanpa basa-basi Rahwana menebas leher Patih Gohmuka secepat kilat. Kemudian Rahwana melempar kepala Patih Gohmuka ke arah luar. Dan ketika kepala Patih Gohmuka dilempar, terdengar suara menggema bahwa kelak suatu hari negeri Alengka akan hancur dilalap api karena seorang utusan berwujud monyet.
Dan Rahwana menyadari bahwa itu merupakan ancaman nyata karena inilah kalimat terakhir Patih Gohmuka ketika menemui ajalnya.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar