Di Negeri Alengka, siapa orangnya yang tidak kenal Arya Jambumangli ?
Kesaktiannya tiada tanding, ia juga merupakan seorang senapati agung Alengka. Ia sendiri yang mengadakan sayembara tanding untuk mencari jodoh Dewi Sukesi.
Namun, sayembara tanding itu hanyalah ambigu semata-mata karena diam-diam Arya Jambumangli naksir dengan Dewi Sukesi yang masih terhitung keponakannya sendiri.
Dalam sayembara tanding itu Arya Jambumangli menantang siapa saja yang mengadu kesaktian dengannya.
Tidak lama kemudian datanglah Begawan Wisrawa yang mewakili Prabu Danaraja. Arya Jambumangli melihat kemunculan pertapa dari Dederpenyu seakan melihat seekor lalat.
Dalam hati Arya Jambumangli meremehkan kesaktian Begawan Wisrawa yang hanya seorang brahmana. Di depan penonton, Begawan Wisrawa mengaku datang untuk melamar Dewi Sukesi untuk anaknya' Prabu Danaraja.
Tidak menunggu lama, Begawan Wisrawa bertarung dengan Arya Jambumangli. Pertarungan berlangsung keras dan cepat, keduanya saling adu jotos dan adu tendangan.
Namun, kejanggalan terlihat saat Begawan Wisrawa menendang perut Arya Jambumangli. Kontan saja Arya Jambumangli terpental lalu tersungkur.
Arya Jambumangli heran ada orang yang mampu membuatnya tersungkur. Tidak tahan emosi, Arya Jambumangli berusaha membalas tetapi serangannya bisa dihindari.
Meski sudah tua, Begawan Wisrawa sangat kondang karena sakti mandraguna. Sebagai mantan raja tentu untuk urusan pertarungan satu lawan satu' Begawan Wisrawa sangat mahir.
Arya Jambumangli pun kehabisan akal untuk mencari titik lemah Begawan Wisrawa. Dan saat ia lengah, Begawan Wisrawa berhasil membantingnya hingga gigi dan taringnya copot.
Arya Jambumangli mulai gelap mata, ia berencana untuk main curang karena kewalahan.
Namun, Begawan Wisrawa berhasil menangkap kedua tangan Arya Jambumangli. Dan seketika kedua tangannya dipatahkan oleh Begawan Wisrawa.
Arya Jambumangli kehilangan kedua tangannya, bukan berarti ia menyerah meski bertarung tanpa tangan.
Dan seketika itu pula ada yang ajaib, ternyata Arya Jambumangli bisa menumbuhkan tangannya lagi walau sudah dipatahkan oleh Begawan Wisrawa.
Aneh tapi nyata, itulah yang dilihat Begawan Wisrawa. Kemudian, Begawan Wisrawa mencoba menyerang dan berhasil menangkap kedua kaki Arya Jambumangli.
Lantas kedua kakinya dipatahkan oleh Begawan Wisrawa sehingga tidak bisa berjalan. Sekali lagi, Arya Jambumangli memperlihatkan kedigdayaannya dihadapan banyak orang.
Kakinya yang sempat dipatahkan bisa tumbuh lagi berkat kesaktiannya yang mampu meregenerasi pertumbuhan organ tubuh secara cepat.
Begawan Wisrawa kebingungan dengan kehebatan Arya Jambumangli. Sejenak sang Begawan mengamati apa yang ia lihat pada Arya Jambumangli.
Rupanya Arya Jambumangli memiliki kelemahan yang terletak di lehernya. Titik kekuatan Arya Jambumangli memang ada di lehernya karena disitulah sumber kekuatannya.
Kemudian, Begawan Wisrawa mengambil pusaka panah dan melepaskan panahnya ke arah leher Arya Jambumangli. Begitu panah melesat, Arya Jambumangli tidak mengelak dan terpotonglah leher dari kepalanya.
Arya Jambumangli terbunuh dalam sayembara tanding karena titik lemahnya sudah tertusuk panah pusaka.
Arya Jambumangli terbunuh sebagai petarung sejati, meski begitu saat sukma Arya Jambumangli hendak ke swargaloka ia sempat berkata kepada Begawan Wisrawa.
Dengan suara menggema, sukma Arya Jambumangli memberi peringatan kepada Begawan Wisrawa bahwa kelak jika anak-anak yang lahir dari Dewi Sukesi akan menjadi sumber malapetaka dan angkaramurka di dunia.
Sayup-sayup sukma Arya Jambumangli lenyap, maka Begawan Wisrawa didaulat sebagai pemenang sayembara tanding.
Kemudian Prabu Sumali datang mengucapkan selamat kepada Begawan Wisrawa. Disusul Dewi Sukesi yang mengkalungkan bunga melati rinonce ke leher sang Begawan sebagai tanda kemenangan.
Selepas kejadian itu, Prabu Sumali dan Begawan Wisrawa mulai membicarakan Sastrajendra Hayuningrat. Prabu Sumali ingin diruwat menjadi manusia utuh lantaran dirinya masih berwujud denawa. Sang prabu ingin tahu apa kehebatan dan keistimewaan Sastrajendra Hayuningrat.
Akhirnya Begawan Wisrawa segera menjabarkan mantra suci tersebut di hadapan Prabu Sumali. Tidak lama, efek Sastrajendra Hayuningrat berhasil membuat Prabu Sumali yang semula adalah denawa teruwat menjadi manusia seutuhnya. Wajah denawanya berubah menjadi manusia umum dan kedua taringnya hilang seketika.
Disaat Prabu Sumali sudah berubah wujud menjadi manusia seutuhnya, dari belakang pintu Sukesa yang merupakan anak Prabu Sumali ternyata ikut menyimak penjabaran Sastrajendra Hayuningrat tanpa izin.
Alhasil Sukesa terkena tulasarik karena menyimak mantra suci itu tanpa seizin Begawan Wisrawa dan Prabu Sumali. Kontras apa yang terjadi pada Prabu Sumali berbalik pada Sukesa dimana ia menjadi denawa seakan menggantikan ayahnya yang menjadi manusia.
Sukesa kaget wajahnya berubah menjadi menyeramkan, ia pun menangis sejadi-jadinya. Sontak Prabu Sumali terkejut melihat putranya berubah wujud menjadi denawa.
Sambil menangis Sukesa mengaku tidak minta izin untuk mendengar penjabaran Sastrajendra Hayuningrat.
Sukesa seakan menjadi tukar wujud dengan Prabu Sumali ayahnya. Karena terlanjur menjadi denawa, Sukesa mengganti namanya menjadi Prahasta.
Begawan Wisrawa memberitahu kepada Sukesa ya Prahasta bahwa kelak Prahasta bisa kembali wujudnya menjadi manusia setelah ia bertemu dengan seekor kera berwarna biru.
Jika nanti Prahasta/Sukesa bertemu seekor kera berwarna biru maka dialah yang akan meruwatnya kembali menjadi manusia namun ia harus menunggu lama sampai puluhan tahun karena kera berwarna biru itu belum lahir.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar