Senin, 20 Mei 2019

Kisah Arjuna Sasrabahu : Prabu Citrarata (Episode 07)

Gambar : Wasi Bargawa, Putra Begawan Jamadagni

Resi Jamadagni adalah pertapa yang terkenal sangat alim dan pandai, ia menjadi guru bagi banyak orang bahkan tidak segan-segan para raja dan pangeran berguru padanya.
Resi Jamadagni memiliki lima orang anak laki-laki, namun yang terkemuka hanyalah Wasi Suwandageni dan Wasi Ramabargawa.

Resi Jamadagni sudah memasuki usia senja dan ingin menyerahkan seluruh warisan berupa ilmu kanuragan serta ilmu keagamaan kepada putranya, Wasi Suwandageni. Wasi Suwandageni menyatakan dirinya belum mampu menjalankan perintah sesuai anjuran. Karena dianggap melawan titah ayahnya, Wasi Suwandageni diusir dari Pertapaan Jatisrana.

Maka sebagai gantinya Wasi Ramabargawa diangkat sebagai kepala pertapaan yang baru. Diceritakan Resi Jamadagni ingin menyepi di pegunungan agar tapa bratanya berjalan lancar, ia menitipkan seluruh murid pertapaan kepada Wasi Ramabargawa sekaligus Dewi Renuka yang merupakan istri satu-satunya Resi Jamadagni.

Wasi Ramabargawa menyanggupi permintaan ayahnya, akhirnya Resi Jamadagni pergi meninggalkan pertapaan untuk menyepi demi sempurnanya ilmu.
Kepergian Resi Jamadagni inilah yang menyebabkan malapetaka itu tiba. Wasi Ramabargawa sendirian mengajari para cantrik dan menjaga pertapaan dengan penuh hati-hati.
Suatu ketika ada sesosok raja berparas tampan dari negeri Martikawata bernama Prabu Citrarata dikenal sebagai seorang raja yang kaya raya dan memiliki banyak istri.

Walaupun kaya raya, Prabu Citrarata ternyata seorang raja yang mengumbar hawa nafsu serta banyak berbuat jahat kepada rakyatnya.
Walau ia kaya raya, tetapi negara yang ia pimpin cenderung miskin karena semua kekayaan negara berada dalam genggamannya. Otomatis rakyatnya tidak makmur dan sejahtera seperti negeri-negeri tetangga.

Prabu Citrarata yang sudah terlanjur menjadi jahat akhirnya semakin terhanyut dalam kenikmatan duniawi. Diceritakan, sang prabu mulai jenuh dengan kehidupan istana karena kemewahan yang tiada habisnya. Prabu Citrarata segera berpamitan dengan patihnya yang bernama Patih Hehaya, ia menitipkan negerinya selama bepergian jauh mencari ketenangan jiwa. Patih Hehaya pun bersedia mengemban tugas menjaga seisi keraton selama Prabu Citrarata pergi.

Angkat kakilah Prabu Citrarata dari negeri Martikawata menuju tempat yang jauh dari keramaian kotaraja. Dengan harapan ia bisa memperoleh apa yang selama ini menjadi gagasan utama. Dalam pengembaraannya, Prabu Citrarata mengarungi luasnya perkebunan dan persawahan. Hingga pada akhirnya sampai memasuki hutan rimba yang dipenuhi binatang buas.

Tetapi, Prabu Citrarata pantang mundur guna mencari ketenangan jiwa. Lantas, ditengah hutan ia bermeditasi dibawah pohon beringin dengan konsentrasi penuh. Nampaknya agak lama Prabu Citrarata bermeditasi, sehingga wujudnya berubah layaknya seorang gelandangan.

Rambutnya kusut dan kasar, kumis dan jenggotnya lebat bagai semak-semak bahkan tubuhnya semakin kurus karena tidak makan dan minum hampir sebulan lamanya.
Tiba-tiba terdengarlah suara menggema di langit yang menyatakan bahwa Prabu Citrarata harus berguru pada seorang brahmana dari Pertapaan Jatisrana yang bernama Resi Jamadagni.

Mendengar suara itu, Prabu Citrarata terbangun dan bangkit dari meditasinya selama ini. Kemudian berlanjutlah perjalanan Prabu Citrarata mencari dimana letak Pertapaan Jatisrana.

Perjalanan sang prabu menemui banyak kendala, dimana selama sebulan dirinya tidak pernah mandi dan membersihkan diri. Lalu, sampailah Prabu Citrarata di tepi sungai dan bergegas mandi disana. Seusai mandi, kumis dan jenggot lebat serta kusam itu dipotong dengan menggunakan keris sehinga wajahnya terlihat bersih.


(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar