Liga Bank Mandiri 2000
Suara Kawula Muda
Semua manusia dilahirkan untuk berdosa seumur hidupnya, Kecuali jika ia mau mengikuti perintah Agama dan peraturan Negara.
Selasa, 31 Desember 2024
Rabu, 20 November 2024
Kisah Arjuna Sasrabahu : Aji Pancasona (Episode 21)
Di negeri Alengka, Rahwana sedang membicarakan kemasyhuran dan kemakmuran negeri Mahespati, Ayodya dan Benggala bersama para menteri dan Patih Prahasta.
Rahwana berniat ingin menaklukan ketiga negeri tersebut demi mendapat pengakuan dari dunia bahwa ialah raja terkuat di muka bumi. Patih Prahasta menyarankan agar tidak menyerang salah satu negeri yang sedang menjadi topik pembicaraan yakni Mahespati.
Patih Prahasta tahu bahwa negeri Mahespati itu merupakan kerajaan yang terbilang ketat pertahanannya dan tangguh wadyabala nya . Sebab, Mahespati sendiri sudah menjadi kekaisaran lantaran memiliki banyak daerah jajahan yang dua diantaranya adalah Ayodya dan Benggala.
Rahwana sendiri mengaku tidak takut dengan kekuatan tempur Mahespati dan negara-negara jajahannya.
Apalagi ia punya jurus warisan dari Prabu Danaraja' kakaknya, yaitu Aji Rawa Rontek yang membuat tubuhnya bisa menyatu walau sudah dipotong/ditebas dengan senjata tajam.
Patih Prahasta menyarankan untuk tidak buru-buru menyerang mereka, Rahwana yang sempat bernafsu ingin memulai serangan pun akhirnya menahan rencananya.
Rahwana diminta untuk berlatih untuk menghadapi kekuatan calon lawannya, sebab ia nanti akan menghadapi Prabu Arjuna Sasrabahu yang sakti tiada tanding.
Rahwana pun membubarkan pertemuan, lalu kembali ke kamar pribadi untuk berganti pakaian. Rahwana tahu apa yang harus ia lakukan, ia pun pergi menemui guru sekaligus kakak iparnya' Resi Subali.
Resi Subali sendiri menjadi guru bagi Rahwana setelah raja Alengka itu kalah dalam duel satu lawan satu. Rahwana yang tahu bahwa Dewi Tara adalah kakak dari Dewi Tari, istrinya sekarang' lantas menyebut Resi Subali dengan sebutan kakang panembahan.
Di Hutan Sunyapringga, Resi Subali sedang mengheningkan cipta. Tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan Rahwana yang menemuinya tanpa pengawalan layaknya seorang raja.
Sudah jadi adat, Rahwana saat berkunjung ke Hutan Sunyapringga ia selalu sendirian tanpa dikawal dan kerap berpakaian seperti orang biasa.
Di Hutan Sunyapringga, Rahwana menemui Resi Subali. Ia sendiri datang bukan hanya sekedar kunjungan secara pribadi lantaran sama-sama menantu Bathara Indra.
Rahwana sempat dibisiki oleh Resi Subali bahwa ia akan mengajari jurus terlarang yang membuatnya tidak bisa mati. Yaitu Aji Pancasona, jurus ini membuat penggunanya tidak bisa mati, asalkan menempel bumi.
Tetapi, Resi Subali tidak semudah itu mengajarinya Aji Pancasona' sebab Aji Pancasona hanya bisa dikalahkan oleh seorang manusia titisan Bathara Wisnu. Rahwana tahu siapa manusia titisan Bathara Wisnu yang sedang menitis saat ini, sudah jelas Prabu Arjuna Sasrabahu.
Dalam gumamnya Rahwana berharap jika ia tidak berjumpa dengan Prabu Arjuna Sasrabahu ketika sedang melakukan penyerbuan ke Mahespati.
Resi Subali mengajukan syarat, yaitu Rahwana harus meningkatkan kekuatan tempurnya dulu. Sebab, Resi Subali takut jika nanti Rahwana berjumpa dengan titisan Bathara Wisnu.
Rahwana mau menerima syarat itu, lalu Rahwana segera mengeluarkan Aji Rawarontek. Kemudian, Aji Rawarontek itu digunakan untuk menyerang Resi Subali. Namun, Resi Subali ternyata bisa menandingi Aji Rawarontek.
Rahwana tidak menyangka, Aji Rawarontek yang dulu didapat setelah mengalahkan Prabu Danaraja dengan mudah bisa dikalahkan oleh Resi Subali. Resi Subali lalu berpendapat bahwa Aji Rawarontek tingkat kekuatannya berada dibawah Aji Pancasona.
Rahwana rupanya baru tahu kalau Aji Rawarontek masih dianggap belum terlalu kuat. Akhirnya Rahwana menghidupkan Aji Rawarontek dengan tingkat kekuatan yang lebih besar.
Alhasil, Rahwana tidak mampu mengendalikan kekuatan Aji Rawarontek yang selama ini ia banggakan sebagai jurus terkuat.
Resi Subali lantas meminta agar Aji Rawarontek yang sedang aktif di dalam tubuh Rahwana jangan dihentikan dulu.
Sebab jika dihentikan, maka proses pemindahan Aji Pancasona ke tubuh Rahwana tidak akan berjalan sukses. Seperti tradisi para pemilik jurus-jurus pemberian dewa, bahwa jika ingin memperoleh jurus baru' maka ia harus mengaktifkan jurus milik sendiri sebagai jembatan masuknya jurus baru.
Rahwana pun terdiam dan mengikuti saran Resi Subali, ia membiarkan Aji Rawarontek diaktifkan sebagai sarana masuknya Aji Pancasona.
Aji Pancasona milik Resi Subali kemudian diberikan kepada Rahwana lewat proses pemindahan kekuatan.
Saat Aji Pancasona masuk ke dalam tubuhnya, Rahwana merasakan besarnya daya yang masuk ke dalam tubuhnya.
Namun, di saat yang sama ada sesosok cahaya terlihat ikut menyerap kekuatan yang ditimbulkan dari pemindahan Aji Pancasona.
Setelah pemindahan Aji Pancasona selesai, cahaya misterius itu berubah menjadi wujud menjadi sosok pemuda yang muncul di hadapan Resi Subali dan Rahwana.
Resi Subali bertanya kepada pemuda misterius yang ikut menyerap daya dari Aji Pancasona.
Pemuda misterius itu memperkenakan diri bahwa ia adalah cucu Sang Hyang Nagaraja, dewa berwujud ular naga dari Kahyangan Sumur Jalatundha.
Pemuda itu mengaku bernama Bambang Sitija, Bambang Sitija juga mengaku dirinya adalah putra Bathara Wisnu. Resi Subali kaget, Rahwana pun juga demikian... Mereka berdua kaget mendengar pengakuan Bambang Sitija.
Rahwana menuding Bambang Sitija sudah ikut campur urusan pribadinya, karena sudah berani menyerap kekuatan dari Aji Pancasona.
Bambang Sitija tidak menyangkal tuduhan itu bahwa ia juga menginginkan Aji Pancasona seperti halnya Rahwana. Naik pitam, Rahwana menantang Bambang Sitija bertarung di hadapan Resi Subali.
Akan tetapi Bambang Sitija lebih memilih kabur daripada harus meladeni tantangan Rahwana.
Resi Subali menghalangi Rahwana yang sudah kadung terbawa emosi atas perbuatan Bambang Sitija. Resi Subali membiarkan Bambang Sitija pergi begitu saja dan menganggap bahwa pemuda misterius tersebut juga berhak memiliki dan menguasai Aji Pancasona.
Rahwana pun menuruti apa yang dikatakan Resi Subali, lalu proses pemindahan kekuatan Aji Pancasona kembali dilanjutkan.
Sepeninggal Bambang Sitija, proses pemindahan Aji Pancasona berjalan lancar.
Rahwana memperoleh kekuatan baru, ia merasa percaya diri dan merasa tidak ada yang bisa mengalahkannya.
Rahwana bermalam di Hutan Sunyapringga lalu kembali pulang ke Alengka keesokan harinya.
Mengingat tidak ada hal yang dibicarakan sebelum Rahwana meninggalkan Alengka. Patih Prahasta, Sarpakenaka dan Gunawan Wibisana masih berdiam diri dengan harap-harap cemas.
Gunawan Wibisana khawatir terjadi sesuatu pada kakak sulungnya itu, mengingat keadaan istana terasa sepi tanpa hadirnya Rahwana.
Tidak lama kemudian, datanglah Rahwana sepulang dari Hutan Sunyapringga. Kepulangan Rahwana disambut gembira meski banyak yang mengkhawatirkan keadaan sang raja.
Rahwana bilang bahwa dirinya baik-baik saja karena hanya berniat untuk menyempurnakan ilmu. Rahwana kemudian duduk di singgasana menceritakan pengalaman menakjubkan saat berguru dengan Resi Subali.
Singkat pembicaraan, Rahwana mengaku telah memperoleh Jurus Terkuat yang belum pernah dimiliki oleh siapa pun.
Pancasona, itulah namanya seperti yang dikatakan Rahwana kepada semua orang disana. Rahwana berkata dirinya tidak bisa mati karena memiliki jurus itu, ia pun mengklaim bisa menyamai bahkan menandingi para Dewa.
Dengan jumawa, Rahwana mengklaim diri bisa setara dengan para Dewa di kahyangan lantaran memiliki jurus Aji Pancasona.
Mendengar sesumbar Rahwana, Gunawan Wibisana masih belum percaya dengan kata-kata kakaknya itu. Tapi, Rahwana tidak mau buru-buru memamerkan Aji Pancasona kepada khalayak.
Rahwana kembali memimpin Alengka seperti biasa dan seperti seharusnya, Alengka menjadi kerajaan terkuat di belahan bumi bagian selatan.
Kesombongan Rahwana ini membuat seluruh manusia di bumi khawatir dan takut, jika Alengka yang sudah memproklamirkan diri sebagai militer terkuat bisa saja cari gara-gara dengan negeri lain.
Banyak yang tidak menyadari bahwa Rahwana berencana untuk menaklukan negeri-negeri di tanah hindustan seperti yang waktu itu dibahas.
Negeri Mahespati, Benggala dan Ayodya masuk daftar rencana invasi Alengka yang dipimpin langsung oleh Rahwana. Invasi yang direncanakan itu ternyata menjadi sarana untuk mempertontonkan kesaktian Rahwana yang baru saja menerima Aji Pancasona.
Haus kekuasaan dan pengakuan, itulah Rahwana...
Rahwana saat itu sedang mempersiapkan pasukan untuk menggempur negeri Mahespati yang dipimpin oleh Prabu Arjuna Sasrabahu. Meski sudah diperingatkan oleh Resi Subali agar tidak berani menantang Prabu Arjuna Sasrabahu yang merupakan titisan Bathara Wisnu.
Rahwana tetap tidak bergeming, nafsu angkara murkanya sudah berada di titik tertinggi. Malapetaka besar di muka bumi pun telah dimulai dari sekarang.
*****
Kisah Arjuna Sasrabahu : Tragedi Sukrasana (Episode 20)
Kisah pun berlanjut, kali ini berganti di Mahespati. Prabu Arjuna Sasrabahu sedang memimpin rapat yang di hadiri para menteri.
Prabu Arjuna Sasrabahu mengeluhkan keadaan dunia yang semakin kacau. Ulah Rahwana raja Alengka makin menjadi-jadi, semua negeri di tanah Hindustan ditaklukan satu per satu dan sumber daya alamnya dikuasai untuk memperkaya diri.
Sang prabu khawatir akan keselamatan rakyat Mahespati yang sudah tahu kabar mengenai beringasnya bala tentara Alengka.
Patih Suwanda yang menjadi pendamping jalannya rapat memberi tanggapan bahwa negara Mahespati tidak boleh tinggal diam atas ulah Rahwana yang kurang ajar.
Patih Suwanda berpendapat, Negeri-negeri bawahan yang bersatu dibawah panji Mahespati harus bersatu padu dan siap siaga jika Rahwana beserta wadyabala nya menyerang Mahespati sewaktu-waktu.
Ide itu dianggap bagus, karena Mahespati dikenal punya kekuatan tempur yang mumpuni dan tangkas. Pertahanan negara Mahespati tangguh bahkan sulit ditembus musuh.
Akhirnya keputusan pun terucap, Prabu Arjuna Sasrabahu memutuskan untuk memberlakukan jam malam agar memperkokoh pertahanan.
Patih Suwanda ditunjuk sebagai komandan yang memimpin jam malam di Mahespati. Rapat pun usai dan pertemuan dibubarkan.
Seusai rapat, Prabu Arjuna Sasrabahu mengajak Patih Suwanda berbicara empat mata.
Pembicaraan ini bukan soal masalah negara, melainkan masalah asmara. Prabu Arjuna Sasrabahu rupanya sedang jatuh cinta dengan seorang putri raja yang bernama Dewi Citrawati.
Dewi Citrawati adalah putri raja Magadha, Prabu Citragada. Konon, sang putri merupakan titisan Bathari Sri Widawati yang telah lama mencari-cari pasangan hidup.
Bathari Sri Widawati yang menitis ke dalam raga Dewi Citrawati hanya mau meladeni pria yang merupakan penitisan Bathara Wisnu.
Sang prabu ingin datang melamarnya namun harus melewati ujian yaitu ikut sayembara tanding. Siapa yang bisa mengalahkan adik Dewi Citrawati yaitu Citrasena' maka ia berhak memboyongnya.
Namun, sang prabu tidak mau menyelesaikan masalah dengan cara kekerasan.
Maka dari itu, Patih Suwanda diminta untuk mewakilinya dalam melakoni sayembara tanding.
Tidak ada pilihan lain, Patih Suwanda menyanggupi titah Prabu Arjuna Sasrabahu.
Patih Suwanda tidak sendiri, ia mengajak Arya Sukrasana dan Patih Surata ikut bersamanya menuju Negeri Magada.
Mereka jadi wakil untuk mengikuti sayembara tanding. Arya Sukrasana gembira bukan main, ia sangat senang kalau diajak bepergian.
Patih Suwanda juga begitu, tapi kali ini merupakan tugas penting dan merupakan perintah langsung dari raja. Maka tidak butuh waktu lama, mereka berangkat ke negeri Magada untuk mengikuti sayembara tanding.
Arya Sukrasana penasaran mengenai sayembara tanding yang memperebutkan putri raja tersebut.
Sukrasana berpikir bahwa putri raja yang bernama Dewi Citrawati itu sangat cantik sehingga banyak raja/ksatria bersaing untuk memperistrinya.
Sukrasana membayangkan jika kakaknya, Patih Suwanda bisa memenangkan sayembara lalu putri raja boyongan itu diserahkan kepada Prabu Arjuna Sasrabahu.
Maka tidak sah untuk dinikahi sang prabu, karena sang prabu sendiri diwakili. Sukrasana mulai berniat untuk merencanakan sesuatu.
Tapi yang jelas hanya Sukrasana yang tahu rencana itu.
Kisah berlanjut di negeri Magada, Prabu Citradarma menyambut para tamu yang merupakan peserta sayembara tanding.
Putra mahkota negeri Magada, Raden Citrasena menantang para peserta untuk adu kekuatan demi memboyong Dewi Citrawati.
Satu pet satu banyak peserta yang kalah dan tidak bisa melanjutkan pertarungan karena takut menghadapi kesaktian Raden Citrasena.
Raden Citrasena bersuara lantang untuk memanggil siapa peserta berikutnya yang akan dikalahkan.
Kemudian majulah Patih Suwanda menghadapi Raden Citrasena. Pertarungan dimulai hingga berlangsung sengit.
Raden Citrasena memang pilih tanding dan unggul dalam bidang pertarungan jarak dekat. Patih Suwanda mulai kewalahan menghadapi Raden Citrasena dan hampir putus asa.
Tapi, tugas yang berat harus dilaksanakan dengan baik. Ksatria sejati tidak akan pernah menyerah begitu saja. Patih Suwanda yang terdesak itu kembali maju untuk menghadapi Raden Citrasena.
Patih Suwanda mengeluarkan jurus yang dahulu diajarkan Begawan Suwandagni saat masih berguru.
Dan berkat jurus yang dahulu diajarkan oleh ayahnya itu, Patih Suwanda berhasil mengalahkan Raden Citrasena.
Maka dari itu Patih Suwanda berhak memboyong Dewi Citrawati ke negeri Mahespati untuk diserahkan kepada Prabu Arjuna Sasrabahu.
Patih Suwanda memboyong Dewi Citrawati ke negeri Mahespati untuk dinikahkan dengan Prabu Arjuna Sasrabahu.
Di tengah perjalanan, Arya Sukrasana yang berada di samping Patih Suwanda sejenak menengok ke belakang.
Rupanya, Arya Sukrasana tergoda dengan kecantikan Dewi Citrawati yang terkenal seantero jagat.
Arya Sukrasana mulai melihat potensi untuk melakukan hal yang tidak patut. Ia berencana untuk menculik Dewi Citrawati lalu diboyong ke Pertapaan Ardisekar. Tujuannya jelas, untuk dinikahi Arya Sukrasana sendiri.
Sesampainya di negeri Mahespati, Patih Suwanda turun dari kereta kuda beserta Dewi Citrawati. Prabu Arjuna Sasrabahu menyambut Patih Suwanda dengan penuh suka cita.
Keberhasilan Patih Suwanda mendapat apresiasi dari sang raja. Arya Sukrasana menatap sinis ke arah Prabu Arjuna Sasrabahu dan menganggap raja Mahespati itu tidak mau menguras keringat demi memperistri Dewi Citrawati.
Upacara pernikahan pun dilangsungkan, Prabu Arjuna Sasrabahu secara resmi menjadi suami bagi Dewi Citrawati.
Upacara pernikahan sang raja berlangsung meriah dan mewah layaknya istana para Dewa di kahyangan. Prabu Arjuna Sasrabahu yang sejatinya adalah titisan Bathara Widnu akhirnya berjodoh dengan Dewi Citrawati yang sejatinya juga adalah titisan Bathari Laksmi.
Patih Suwanda amat bahagia dan menikmati upacara pernikahan itu dengan senyuman. Lain halnya dengan Arya Sukrasana yang rupanya cemberut melihat sepasang insan dipersatukan lewat tali pernikahan.
Dan hari itu telah tiba, kali ini Arya Sukrasana hendak melakukan aksinya yang jauh-jauh hari sudah direncanakan. Kebetulan, Dewi Citrawati berada di Taman Sriwedari sembari ditemani para dayang istana.
Arya Sukrasana tahu, hari ini Prabu Arjuna Sasrabahu, Patih Suwanda dan Patih Surata sedang bepergian ke hutan guna berburu kijang. Disinilah kejadian itu bermula, Arya Sukrasana datang ke taman Sriwedari menemui Dewi Citrawati.
Niat Sukrasana jelas ingin berbuat iseng, tetapi keisengannya itu justru menjadi hari na'as bagi Dewi Citrawati. Sebetulnya Arya Sukrasana sudah diberi dawuh untuk menjaga negeri Mahespati selagi Prabu Arjuna Sasrabahu bepergian.
Tapi, dawuh tersebut menjadi celah untuk berbuat nista bagi Arya Sukrasana. Arya Sukrasana mulai menggoda Dewi Citrawati dengan gombalan receh. Namun, sang Dewi Citrawati tidak merespon gombalan Arya Sukrasana.
Dewi Citrawati tidak tergiur dengan gombalan Arya Sukrasana yang kelewat tidak tahu aturan. Bahkan sang dewi mengingatkan bahwa yang digoda Arya Sukrasana adalah permaisuri raja.
Dewi Citrawati mengancam jika Arya Sukrasana masih menggodanya, maka ia akan melaporkan perbuatan tercela itu kepada Prabu Arjuna Sasrabahu.
Diancam bukannya takut tapi malah makin bernafsu, itulah watak Arya Sukrasana. Sangking bernafsunya, Arya Sukrasana makin kehilangan akal sehatnya' Justru Arya Sukrasana berbalik mengancam Dewi Citrawati.
Sukrasana balik ancam, jika Dewi Citrawati tidak mau menuruti keinginan Arya Sukrasana. Maka negeri Mahespati akan dihancur-leburkan sekaligus seisi taman Sriwedari.
Mendengar hal itu Dewi Citrawati berteriak lantas kabur dari hadapan Arya Sukrasana. Dewi Citrawati melarikan diri ke arah hutan dimana Prabu Arjuna Sasrabahu berada.
Sesampainya di hutan, Dewi Citrawati berjumpa dengan rombongan prajurit Mahespati. Sang Dewi meminta kepada para prajurit untuk dihadapkan ke Prabu Arjuna Sasrabahu untuk meminta perlindungan.
Akhirnya para prajurit memenuhi perintah Dewi Citrawati, namun ternyata Arya Sukrasana malah menghadang mereka.
Arya Sukrasana meminta agar Dewi Citrawati diserahkan, tetapi para prajurit tidak mau. Maka, terjadilah pertarungan sengit antara Arya Sukrasana menghadapi para prajurit Mahespati.
Menang jumlah tapi kalah kekuatan, itulah gambaran para prajurit Mahespati. Mereka dengan mudah dikalahkan hanya dengan serangan-serangan pendek.
Sukrasana berhasil meringkus para prajurit Mahespati yang berusaha melindungi Dewi Citrawati.
Dewi Citrawati lari kencang mencari keberadaan Prabu Arjuna Sasrabahu untuk memohon pertolongan.
Hingga pada akhirnya Dewi Citrawati menemui jalan buntu, sang Dewi terjebak diantara lebatnya pepohonan di hutan dan curamnya jurang.
Sukrasana mengepung Dewi Citrawati yang sudah tidak bisa kemana-mana lagi. Sukrasana berusaha menjamah Dewi Citrawati, namun diluar dugaan...
Dewi Citrawati melompat ke jurang yang dalam sehingga Sukrasana tidak tahu harus bagaimana lagi.
Beberapa prajurit Mahespati yang terluka melihat Sukrasana berada di tepi jurang. Mereka mengira Dewi Citrawati sudah jatuh ke jurang gara-gara dikejar Sukrasana.
Kemudian salah satu dari prajurit Mahespati melapor kepada Prabu Arjuna Sasrabahu yang sedang berada di perkemahan lokasi berburu.
Mendengar laporan prajurit itu, Prabu Arjuna Sasrabahu murka karena sudah ada yang berani hendak menjamah Dewi Citrawati.
Prabu Arjuna Sasrabahu bertanya siapa yang berani mencoba untuk menjamah Dewi Citrawati. Prajurit itu menjawab bahwa Sukrasana lah yang hendak melakukan perbuatan nista tersebut.
Dari dalam tenda perkemahan, Patih Suwanda mendengar laporan prajurit Mahespati itu lantas tidak mempercayai hal itu.
Patih Suwanda tidak percaya bahwa Sukrasana hendak berbuat tidak baik pada permaisuri raja. Lalu, Patih Suwanda mencari keberadaan Sukrasana untuk dimintai keterangan.
Patih Suwanda mencari keberadaan Sukrasana yang semula hendak berbuat senonoh terhadap pernaisuri Dewi Citrawati.
Kemudian Patih Suwanda berhasil menemukan Sukrasana di dekat jurang. Lalu, Patih Suwanda bertanya apa yang sebenarnya terjadi ?
Sukrasana tidak mau menjawab pertanyaan Patih Suwanda karena merasa malu. Patih Suwanda mulai curiga dengan gelagat Sukrasana yang dianggap menyembunyikan alasan sebenarnya.
Namun, sebagai adik tentu Sukrasana tidak boleh berbohong dan harus terus terang apa adanya. Setelah dijelaskan panjang lebar, Sukrasana mengakui dirinya hendak menjamah Dewi Citrawati karena sang Prabu Arjuna Sasrabahu sedang berada di luar istana.
Patih Suwanda pun marah karena Sukrasana akan berbuat demikian pada seorang wanita berstatus permaisuri raja. Maka tanpa berpikir lama-lama, Patih Suwanda mengancam akan membunuh Sukrasana lantaran perbuatan kotornya itu.
Sukrasana akui dirinya ingin berbuat demikian karena dorongan nafsu. Sukrasana pun berkata bahwa tidaklah pantas seorang raja mengikuti sayembara tetapi diwakili, Sukrasana menganggap raja yang diwakili dalam sayembara itu dinilai pengecut dan tidak menunjukkan kejantanan seorang lelaki.
Patih Suwanda pun makin tidak bisa menahan emosi ketika mendengar ucapan Sukrasana yang melecehkan seorang raja.
Dan seketika terhunuslah keris ke perut Sukrasana setelah Patih Suwanda terpancing amarahnya.
Sementara itu Dewi Citrawati jatuh dari tingginya tebing di pinggir hutan.
Lalu, ia ditemukan oleh beberapa pleton prajurit Mahespati yang kebetulan baru saja selesai berburu.
Mereka menemukan Dewi Citrawati dalam keadaan pingsan. Lalu, dibawalah Dewi Citrawati ke tenda perkemahan. Prabu Arjuna Sasrabahu kaget melihat sang permaisuri pingsan setelah ditemukan di sekitar jurang.
Kemudian Prabu Arjuna Sasrabahu menggunakan mantra saktinya untuk menyadarkan Dewi Citrawati. Begitu sadar dari pingsan, Dewi Citrawati menangis memeluk Prabu Arjuna Sasrabahu.
Ia melapor bahwa Sukrasana hendak berbuat tidak baik terhadapnya di taman Sriwedari. Dewi Citrawati menjelaskan lebih lanjut bahwa ia dikejar-kejar Sukrasana hingga jatuh ke dalam jurang ketika sudah dikepung.
Kemudian Prabu Arjuna Sasrabahu mencari Patih Suwanda yang tadi pergi tanpa pamit. Begitu berjumpa dengan Patih Suwanda, sang Prabu menyaksikan Sukrasana sudah bersimbah darah tertusuk keris.
Sukrasana yang sudah tidak bernyawa tertusuk keris itu hanya bisa diratapi oleh Patih Suwanda.
Patih Suwanda yang kehilangan pertimbangan akibat omongan Sukrasana malah tega menghabisi nyawa adiknya sendiri.
Prabu Arjuna Sasrabahu heran dengan Patih Suwanda yang tidak bersedih setelah menghunus keris ke perut Sukrasana.
Patih Suwanda pun berkata bahwa ia sengaja melakukan hal itu karena tidak tahan dengan perbuatan adiknya itu yang dianggap merendahkan permaisuri Dewi Citrawati.
Dalam penjelasan Patih Suwanda, Sukrasana memang hendak berbuat tidak senonoh terhadap Dewi Citrawati selagi Prabu Arjuna Sasrabahu tidak berada di istana.
Sebagai kakak, tentu Patih Suwanda berusaha mencoba untuk mengingatkan adiknya yang sudah terjerumus oleh keinginan untuk berbuat nista, terlebih terhadap permaisuri Dewi Citrawati.
Prabu Arjuna Sasrabahu kagum dengan watak Patih Suwanda memang tidak pandang bulu dalam menghadapi keburukan perilaku seseorang yang notabene masih saudara kandungnya sendiri.
Patih Suwanda sebetulnya masih punya rasa sayang kepada Sukrasana namun rasa itu terhalang oleh tugas dan kewajiban sebagai abdi negara.
Patih Suwanda pun meminta maaf atas perbuatan Sukrasana yang dinilai hampir merugikan Prabu Arjuna Sasrabahu dan Dewi Citrawati.
Prabu Arjuna Sasrabahu pun bangga dengan sikap Patih Suwanda yang lebih mementingkan rasa cintanya kepada junjungan dibanding rasa cintanya kepada saudara kandung sendiri.
Sukrasana telah menjadi korban tusukan keris akibat perbuatannya yang hampir melecehkan permaisuri raja, Dewi Citrawati.
Arwahnya melayang di Langit, Arwah Sukrasana bersumpah tidak akan pergi ke nirwana jika tidak bersama kakaknya.
Itulah sumpah setia Sukrasana yang telah dikabulkan Dewata. Semenjak kejadian itu, Prabu Arjuna Sasrabahu memperketat pengamanan di sekitar taman sriwedari untuk mencegah penyusup masuk.
Semakin kondang, negeri Mahespati kian berjaya dan makmur. Prabu Arjuna Sasrabahu semakin ditakuti sekaligus disegani oleh pemimpin-pemimpin mancanegara lain.
Negeri Mahespati menjelma menjadi kekaisaran yang agung. Patih Suwanda sedang moncer karirnya sebagai perdana menteri yang memerintah atas nama Prabu Arjuna Sasrabahu.
Permaisuri Dewi Citrawati sedang berbahagia, ia mengungkapkan kehamilannya kepada Prabu Arjuna Sasrabahu.
Prabu Arjuna Sasrabahu ikut bersuka cita atas kehamilan sang permaisuri. Dan sudah jadi kebiasaan, wanita hamil pasti mengidamkan sesuatu karena dorongan hasrat dari janin yang dikandungnya.
Dewi Citrawati mengidam ingin mandi di atas kolam renang yang besar sekali. Prabu Arjuna Sasrabahu mengabulkan keinginan Dewi Citrawati, ia bergegas segera membuat kolam renang raksasa.
Prabu Arjuna Sasrabahu berubah wujud menjadi raksasa sebesar gunung yang disebut Brahala Sewu. Raksasa Brahala Sewu jelmaan Prabu Arjuna Sasrabahu memulai pekerjaannya dengan membendung sungai.
Kemudian setelah aliran sungai dibendung, Brahala Sewu membuat kolam berukuran besar yang mampu menampung air sungai.
Dan tidak memerlukan waktu lama, Kolam berukuran Raksasa itu sudah jadi dan siap pakai.
Dewi Citrawati berterima kasih kepada sang Prabu karena sudah membuatkannya kolam raksasa untuk dipakai berenang.
Kemudian Prabu Arjuna Sasrabahu kembali ke wujud manusia dan berenang bersama Dewi Citrawati. Patih Suwanda yang waktu itu sedang menyaksikan proses terbentuknya kolam raksasa itu, tiba-tiba merasakan sesuatu yang tidak enak.
Patih Suwanda merasa ada hal mengerikan yang akan terjadi di saat Prabu Arjuna Sasrabahu dan Dewi Citrawati sedang berbahagia.
*****
Rabu, 13 November 2024
Rabu, 02 Oktober 2024
Rabu, 04 September 2024
Selasa, 20 Agustus 2024
Langganan:
Postingan (Atom)