Kemarahan Wasi Bargawa memuncak saat prajurit yang diancam itu tidak menggubris kata-katanya.
Segera dibanting dan ditendang perutnya tanpa ampun. Sontak, prajurit-prajur it yang melihat rekannya dianiaya lantas mengeroyok Wasi Bargawa.
Akan tetapi meski jumlah prajurit yang mengeroyok cukup banyak, kekuatan Wasi Bargawa yang setara dengan 1000 ekor Gajah berhasil membubarkan pasukan.
Mereka terpelanting jauh hingga menimpa sesama prajurit. Wasi Bargawa mengamuk tanpa ampun, semua prajurit yang melawannya tidak berhasil mengalahkan kedigdayaan putra Begawan Jamadagni itu.
Segera dibanting dan ditendang perutnya tanpa ampun. Sontak, prajurit-prajur
Akan tetapi meski jumlah prajurit yang mengeroyok cukup banyak, kekuatan Wasi Bargawa yang setara dengan 1000 ekor Gajah berhasil membubarkan pasukan.
Mereka terpelanting jauh hingga menimpa sesama prajurit. Wasi Bargawa mengamuk tanpa ampun, semua prajurit yang melawannya tidak berhasil mengalahkan kedigdayaan putra Begawan Jamadagni itu.
Tanpa ampun, Wasi Bargawa mengobrak-abrik seluruh isi keraton.
Kemarahannya sudah melampaui batas, apalagi kalau sampai keluarganya ada yang teraniaya hingga tewas' maka kemurkaannya makin menjadi-jadi.
Tidak tanggung-tanggu tumpas sudah seluruh prajurit negeri Martikawata ditangan satu orang Wasi Bargawa.
Masuk ke dalam, Wasi Bargawa mendatangi pasewakan agung dimana Prabu Hehaya sedang berkumpul. Sontak, semua orang ketakutan melihat kehadiran putra Begawan Jamadagni itu.
Kemarahannya sudah melampaui batas, apalagi kalau sampai keluarganya ada yang teraniaya hingga tewas' maka kemurkaannya makin menjadi-jadi.
Tidak tanggung-tanggu
Masuk ke dalam, Wasi Bargawa mendatangi pasewakan agung dimana Prabu Hehaya sedang berkumpul. Sontak, semua orang ketakutan melihat kehadiran putra Begawan Jamadagni itu.
Bahkan
prajurit yang berjaga-jaga di dalam ikut lari tunggang langgang. Prabu
Hehaya menghampiri Wasi Bargawa dan mengajaknya bicara secara baik-baik.
Tapi, Wasi Bargawa menolaknya sebab semua sudah jelas. Prabu Hehaya tahu bahwa kehadiran pertapa muda itu jelas menanyakan rusaknya pertapaan.
Prabu Hehaya dengan penuh terus terang mengatakan bahwa dirinyalah yang menyerang seluruh isi pertapaan dan membunuh banyak penghuninya.
Prabu Hehaya berdalih bahwa penyerangan itu dilakukan karena orang-orang pertapaan Jatisrana tidak mau membeberkan penyebab tewasnya Prabu Citrarata, raja Martikawata terdahulu.
Tanpa basa-basi maka dihabisilah seluruh penghuni pertapaan tanpa sisa, termasuk Begawan Jamadagni.
Tapi, Wasi Bargawa menolaknya sebab semua sudah jelas. Prabu Hehaya tahu bahwa kehadiran pertapa muda itu jelas menanyakan rusaknya pertapaan.
Prabu Hehaya dengan penuh terus terang mengatakan bahwa dirinyalah yang menyerang seluruh isi pertapaan dan membunuh banyak penghuninya.
Prabu Hehaya berdalih bahwa penyerangan itu dilakukan karena orang-orang pertapaan Jatisrana tidak mau membeberkan penyebab tewasnya Prabu Citrarata, raja Martikawata terdahulu.
Tanpa basa-basi maka dihabisilah seluruh penghuni pertapaan tanpa sisa, termasuk Begawan Jamadagni.
Sontak, Wasi Bargawa murka mendengar penjelasan Prabu Hehaya.
Wasi Bargawa mengamuk tanpa ampun dan meluluh lantak seluruh isi keraton tanpa sisa.
Tebasan kapak besarnya membuat tiang penyangga balai pertemuan roboh dan menimpa sejumlah orang yang berada di sana.
Prabu Hehaya kabur dari keraton dan bersembunyi di negeri-negeri tetangga. Akan tetapi, sekali pun kabur akan terciduk juga.
Prabu Hehaya dihabisi sebagai tumbal kebencian atas para kesatria. Seusai menghabisi nyawa Prabu Hehaya, Wasi Bargawa kembali ke pertapaan dan mengubur seluruh jenazah korban pembantaian prajurit Martikawata.
Kebencian Wasi Bargawa tidak akan berhenti sampai seluruh ksatria di muka bumi punah tanpa sisa.
Wasi Bargawa mengamuk tanpa ampun dan meluluh lantak seluruh isi keraton tanpa sisa.
Tebasan kapak besarnya membuat tiang penyangga balai pertemuan roboh dan menimpa sejumlah orang yang berada di sana.
Prabu Hehaya kabur dari keraton dan bersembunyi di negeri-negeri tetangga. Akan tetapi, sekali pun kabur akan terciduk juga.
Prabu Hehaya dihabisi sebagai tumbal kebencian atas para kesatria. Seusai menghabisi nyawa Prabu Hehaya, Wasi Bargawa kembali ke pertapaan dan mengubur seluruh jenazah korban pembantaian prajurit Martikawata.
Kebencian Wasi Bargawa tidak akan berhenti sampai seluruh ksatria di muka bumi punah tanpa sisa.
Itulah sekelumit cerita yang diutarakan oleh Wasi Bargawa kepada Wasi Suwandagni, saudara tuanya.
Wasi Bargawa diminta untuk berhenti memusuhi para ksatria, tetapi nasehat Wasi Suwandegni tidak akan pernah dituruti karena terlanjur benci sampai ke ubun-ubun.
Wasi Bargawa diminta untuk berhenti memusuhi para ksatria, tetapi nasehat Wasi Suwandegni tidak akan pernah dituruti karena terlanjur benci sampai ke ubun-ubun.
Setelah mengunjungi saudara tuanya, Ramabargawa memutuskan untuk pergi berkelana untuk menegakkan dharma.
Ia berpesan kepada Suwandageni untuk tetap menjaga keluarganya, jangan sampai terjerumus dalam kefanaan duniawi terutama kekuasaan.
Sambil membawa kapak besarnya, Ramabargawa pergi dengan langkah tegap dan tatapan ke arah depan.
Ia berpesan kepada Suwandageni untuk tetap menjaga keluarganya, jangan sampai terjerumus dalam kefanaan duniawi terutama kekuasaan.
Sambil membawa kapak besarnya, Ramabargawa pergi dengan langkah tegap dan tatapan ke arah depan.
(Bersambung)