Selasa, 26 Desember 2017

Puisi : Tuhan Tak Perlu Di Bela

Tuhan Tak Perlu Dibela
Mengapa Demikian ?

Karena Tuhan Punya Kekuasaan dan Kekuatan
Dunia Ini dan Jagat Raya ini Adalah Kekuasaan-Nya
Nafas Ini dan Kenikmatan ini Adalah Kekuatan-Nya

Tuhan Tahu Cara Membalas Perbuatan Orang
Tuhan Tahu Cara Memberi Anugerah Kepada Orang
Tuhan Selalu Memberi Yang Terbaik
Menurut Perhitungan-Nya

Tuhan Dihina Rasanya Diam-Diam Saja
Tuhan Dihujat Rasanya Tenang-Tenang Saja
Manusia Berada Dalam Cengkeraman Nafsu
Manusia Berada Dalam Bayang-Bayang Nafsu

Nafsu Itulah Yang Menyebabkan Kebencian
Nafsu Itulah Yang Menyebabkan Kekacauan
Ambisi Dengan Liar Menguasai Hati Nurani
Kalau Tidak Disikapi Maka Akan Timbul Dengki

Untuk Apa Membela Agama
Kalau Hanya Kedok Ambisi Semata
Untuk Apa Membela Ulama
Kalau Hanya Jadi Tertawaan Saja

Bela Dirimu Sendiri
Bela Nuranimu Sendiri
Tuhan Paling Benci Jika Dibela Secara Fanatik
Tuhan Paling Benci Jika Dibela Terlalu Fanatik

Tuhan Itu Butuh Keseimbangan
Bukan Suatu Ketimpangan
Fanatik Adalah Ketidakseimbangan
Sikap Keterlaluan Yang Membawa Kehancuran

Puisi : Sibuk Polahe Dhewe (SPD)

Nek ditelponi ora tau diangkati
Nek ditekani ora tau ditemoni
Arep mangkat kerjo ora dipamiti
Arep lungo belonjo ora dipeseni


Karepmu kepiye ?
Kok ora ono perubahane
Karepmu kepiye ?
Kok ora ono perkembangane

Wiwit cilik nganti gedhe
Diomongi ora tau nggatek'ke
Jaman jomblo nganti duwe bojo
Senenge gawe perkoro karo tonggo

Eman... Eman temen...
Duwe karep sapenake dhewe
Eman... Eman temen...
Malah sibuk polahe dhewe

Opo kowe wis dadi wong nglemprah
Dituturi ora nurut malah mbantah
Kudune kowe uripe nang tengah alas
Ben dadi koncone bedhes karo setan alas

Puisi : Abu Thogut

Jenggot lebat seperti pohon beringin
Kepala botak licin kulit seperti lolipop
Baju gamis kumal menutupi tubuhnya
Celana diatas tumit mencerminkan sifatnya


Tatapan tajam penuh kebencian
Semua orang menganggapnya sampah
Dahi memar karena rajin ibadah
Lutut lecet karena banyak ibadah

Namun sayangnya dia berbeda
Dia adalah musuh seluruh umat
Senapan dan peledak tergenggam ditangannya
Kapankah hari itu akan terjadi pada kita

Kau anggap dirimu yang paling benar
Sedangkan kami kau anggap salah semua
Memangnya kau ini lebih pintar
Atau sekedar mencari pencitraan saja

Harusnya kau malu dengan watakmu
Berbeda dengan semua orang disekitarmu
Kekacauan adalah nyanyian hatimu
Kehancuran adalah canda tawamu

Puisi : Mau Makan Apa ?

Lapar, adalah situasi yang mengerikan
Ketika lambung kosong tanpa isi
Lapar, adalah kondisi yang mengkhawatirkan
Ketika usus begitu terasa nyeri


Lalu mau apa dan bagaimana ?
Apakah kita tinggal diam saja ?
Mau beli apa dan harganya berapa ?
Apakah kita hanya menunggu saja ?

Rejeki sudah ada yang menjamin
Kenapa kau masih takut lapar
Jodoh sudah ada yang menjamin
Kenapa kau masih cari pacar

Mau makan apa ?
Aku tak tahu
Mau minum apa ?
Aku tak tahu

Harga makanan kian mencekik
Harga diri semakin terusik

Puisi : Bulan-Bulanan

Hidupku tak lepas dari cobaan
Pahitnya sebuah perjalanan ini
Membuatku sulit bertahan
Hingga diriku hancur sendiri

Musim berganti cuaca
Hari berganti bulan
Malam tak lagi dingin
Embun tak lagi menetes

Sering kucoba lari dari sana
Namun apa daya ku tak bisa
Sering kucoba melupakan semua
Sayang itu sudah terlanjur hina

Babak belur dikepung nasib
Perubahan tak kunjung datang
Entah inikah suatu nasib
Atau bisakah ini beralih

Puisi : Dusta Dunia Fana

Banyak orang yang mudah percaya
Mendengat kabar yang belum tentu benarnya
Ungkapan rasa tidak puas terhadap negara
Karena kebobrokan semakin terungkap adanya

Hati ini tidak bisa berdusta
Apalagi sampai mengelaknya
Terkepung dalam himpitan dosa
Sebab fitnah makin meraja-lela

Dinginnya angin malam tidak terasa
Kala api membakar bintang di angkasa
Sengatan matahari lebih panas dari tungku
Semoga dusta dunia fana cepat berlalu